Ahad 28 Jul 2024 09:30 WIB

Penelitian Ungkap Kulit Pohon Berperan Penting Hilangkan Metana dari Atmosfer

Tingkat penyerapan metana ditemukan paling tinggi di hutan tropis.

Rep: Mgrol152/ Red: Satria K Yudha
Hutan tropis (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Hutan tropis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Mikroba dalam kulit pohon memiliki peran penting dalam menghilangkan metana dari atmosfer.

Dikutip dari the Guardian, metana bertanggung jawab sekitar 30 persen atas pemanasan global sejak zaman pra-industri, dengan emisi yang saat ini meningkat dengan laju tercepat sejak tahun 1980-an.

Tim penelitian dari University of Birmingham dalam penelitiannya yang diterbitkan dalam jurnal Nature dan dipimpin oleh Prof Vincent Gauci, menyelidiki tingkat penyerapan metana di hutan tropis dataran tinggi di Amazon dan Panama.

Tingkat penyerapan metana ditemukan paling tinggi di hutan tropis. Hal ini karena kemampuan mikroba untuk berkembang dalam kondisi hangat dan basah.

Sebelumnya, tanah dianggap sebagai satu-satunya penyerap metana di daratan, dengan bakteri di dalam tanah yang mampu menyerap gas dan memecahnya untuk digunakan sebagai sumber energi. Namun, Gauci mengatakan bahwa penelitian ini menyoroti cara baru yang luar biasa di mana pohon berperan dalam melindungi iklim dari metana.

Ikrar Metana Global yang diluncurkan pada tahun 2021 pada KTT iklim COP26 menargetkan dapat mengurangi emisi metana sebesar 30 persen pada akhir dekade ini.  “Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa menanam lebih banyak pohon, dan mengurangi deforestasi tentunya harus menjadi bagian penting dari pendekatan apa pun untuk mencapai tujuan ini.” ujar Gauci. 

Penanaman pohon telah menjadi taktik utama dalam memerangi krisis iklim. Pemerintah Inggris berencana untuk menghabiskan lebih dari 500 juta pound untuk pohon dan hutan antara tahun 2020 dan 2025. Namun, penelitian lain yang diterbitkan menunjukkan bahwa negara-negara harus mempertimbangkan manfaat dan kerugian dari penanaman pohon, dengan regenerasi hutan alami terbukti lebih hemat biaya dalam beberapa keadaan.

Jacob Bukoski, seorang ilmuwan dari fakultas kehutanan Oregon State University dan timnya menganalisis data dari ribuan lokasi reboisasi di 130 negara untuk penelitian ini. Penelitian itu diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change.

Mereka menemukan bahwa regenerasi alami akan menjadi cara yang paling hemat biaya selama periode 30 tahun untuk 46 persen area yang diteliti, sementara penanaman akan lebih hemat biaya untuk 54 persen.

“Secara umum, kita bisa membiarkan hutan beregenerasi dengan sendirinya, yang mana prosesnya lambat namun murah, atau melakukan pendekatan yang lebih aktif dengan menanamnya, yang mana mempercepat pertumbuhan namun lebih mahal,” kata Bukoski.

“Studi kami membandingkan dua pendekatan ini di seluruh bentang alam yang dapat direboisasi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, mengidentifikasi di mana regenerasi alami atau penanaman hutan lebih masuk akal.”

Regenerasi alami terbukti lebih hemat biaya di wilayah-wilayah seperti Meksiko bagian barat, wilayah Andes, kerucut selatan Amerika Selatan, Afrika bagian barat dan tengah, India, Cina bagian selatan, Malaysia dan Indonesia.

Meskipun reboisasi terbukti sangat efektif dalam mengimbangi emisi gas rumah kaca, para penulis menekankan bahwa reboisasi merupakan pelengkap, bukan pengganti, untuk mengurangi emisi dari bahan bakar fosil. Seluruh potensi mitigasi dari reboisasi selama 30 tahun hanya setara dengan kurang dari delapan bulan emisi gas rumah kaca global.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement