Kamis 01 Aug 2024 12:32 WIB

BMKG Peringatkan Potensi Karhutla dan Hujan di Musim Kemarau

BMKG meminta masyarakat menghindari membuka lahan dengan membakar.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Personel Sat Brimob Polda Kalbar menyemprotkan air ke lahan gambut yang terbakar di Parit Haji Muhsin di Desa Sungai Raya Dalam, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Jumat (26/7/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Jessica Wuysang
Personel Sat Brimob Polda Kalbar menyemprotkan air ke lahan gambut yang terbakar di Parit Haji Muhsin di Desa Sungai Raya Dalam, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Jumat (26/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan saat ini wilayah Indonesia, khususnya bagian selatan masih berada pada periode musim kemarau. Adapun beberapa wilayah di Indonesia bagian selatan sudah memasuki puncak musim kemarau.

Oleh karena itu, BMKG mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai adanya potensi kebakaran hutan dan lahan. Kendati demikian, BMKG menyebut hujan berpotensi turun di sejumlah wilayah.

Baca Juga

"Sejak tiga hari terakhir, cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh pulau Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan bagian selatan," kata BMKG seperti dikutip dari Prospek Cuaca Mingguan Periode 30 Juli - 5 Agustus 2024, Kamis (1/8/2024).

Dalam laporan itu, BMKG mengatakan kondisi ini merupakan hal yang lazim, mengingat wilayah Indonesia bagian selatan berada dalam periode puncak musim kemarau. "Meski demikian, dalam sepekan ke depan, terdapat peningkatan potensi hujan di beberapa wilayah Indonesia," kata BMKG.

Aceh, Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jawan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua diperkirakan akan mengalami hujan satu pekan ke depan.

BMKG mengatakan hal ini dipengaruhi gelombang Ekuator Rossby dan gelombang Kelvin yang diprakirakan aktif di wilayah-wilayah tersebut. Selain itu, faktor pemanasan skala lokal memberikan pengaruh cukup signifikan dalam proses pengangkatan massa udara dari pemukaan bumi ke atmosfer.

Selama musim kemarau, BMKG mengimbau masyarakat untuk bijaksana dan hemat dalam pemakaian air karena rendahnya curah hujan yang mengisi sumber-sumber air. BMKG juga meminta masyarakat menghindari membuka lahan dengan membakar, terutama pada daerah hutan yang bertanah gambut akibat mudah terbakar dan sulit dimatikan.

Dalam skala global, BMKG mengatakan nilai Indian Ocean Dipole (IOD), Southern Oscillation Index (SOI), dan Nino 3.4 tidak signifikan terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia. IOD merupakan fenomena iklim yang menggambarkan perbedaan suhu antara Samudra Hindia bagian barat dan timur.

SOI atau Indeks Osilasi Selatan mengukur perbedaan tekanan udara antara Tahiti dan Darwin, Australia. Indeks ini terkait erat dengan siklus El Nino-Southern Oscillation (ENSO).

Sementara Nino 3.4 merujuk pada wilayah spesifik di Samudra Pasifik tengah-timur. Anomali Suhu Permukaan Laut (SST) di wilayah ini digunakan untuk mendefinisikan peristiwa El Nino dan La Nina.

Sementara, Madden-Julian Oscillation (MJO) berada pada fase 5-6 netral tidak berkontribusi terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia. BMKG memperkirakan sejak 30 Juli hingga 5 Agustus 2024 aktivitas gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial diperkirakan aktif di Aceh, Jawa, Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

Aktivitas gelombang kelvin juga diperkirakan aktif di Aceh, Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan, Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi, Utara) sejak 30 Juli hingga 2 Agustus 2024. Gelombang tersebut mendukung potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah-wilayah tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement