REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — World Resources Institute (WRI) Indonesia mengatakan sektor industri menjadi salah satu aktor kunci untuk mempercepat pencapaian target iklim Indonesia yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Country Director WRI Indonesia Nirarta Samadhi mengatakan, progres pencapaian target NDC Indonesia masih dapat dioptimalkan lebih jauh dan membutuhkan cara yang lebih sistematis, masif dan terstruktur.
"Kami percaya industri memiliki potensi untuk menjadi aktor kunci untuk memutarbalikkan keadaan tersebut," kata Nirarta dalam acara Road to Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Dari segi dampak lingkungan, katanya, industri di Tanah Air berkontribusi 34 persen dari total emisi gas rumah kaca (GRK) secara nasional. Kontribusi emisi itu tersebar di sektor energi, limbah dan proses industri dan penggunaan produksi (industrial process and production use/IPPU).
Tidak hanya itu, 42 persen dari emisi dari energi yang merupakan sektor penyumbang emisi terbesar di Indonesia berasal dari aktivitas dan konsumsi industri. Dari sudut pandang ekonomi, aktivitas industri menyumbang 41 persen produk domestik bruto dan memperkerjakan 19,3 juta orang pada 2023.
Di sisi lain, dengan sifatnya yang inovatif, lincah dan terpapar pada dinamika global, membuat ambisi keberlanjutan dari sektor industri dapat berjalan lebih cepat jika dibandingkan langkah-langkah pemangku kepentingan lain.
"Berbekal tiga potensi tersebut, sangatlah strategis untuk mewujudkan dekarbonisasi industri. Hal ini tidak hanya vital untuk mengurangi emisi gas rumah kaca tetapi juga membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja hijau di Indonesia," katanya.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian Andi Rizaldi mengatakan, Enhanced NDC memiliki target pengurangan emisi meningkat ke 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,20 persen dengan bantuan internasional.
Dia mengungkapkan bahwa dari emisi sekitar 400 juta ton CO2 ekuivalen yang dihasilkan pada 2023 dan 800 juta ton CO2 ekuivalen yang berpotensi terjadi pada 2030, sekitar 50 persen di antaranya berasal dari sektor manufaktur.
"Oleh karena itu Kementerian Perindustrian sangat yakin dan sangat optimis dengan dukungan dari berbagai pihak bisa mencapai net zero emission pada 2050, sementara untuk target nasional pada 2060 atau lebih cepat," jelas Andi.
Untuk mencapainya, pihaknya sudah mengembangkan berbagai inisiatif termasuk pembuatan peta jalan dekarbonisasi untuk 9 subsektor industri prioritas, peta jalan perdagangan karbon, perumusan dan penerbitan standar industri hijau serta penyusunan kebijakan pendukung dekarbonisasi sektor industri.