Selasa 22 Oct 2024 11:51 WIB

COP16 Bahas Pendanaan untuk Negara Berkembang

Negosiator COP16 juga tetap harus fokus pada krisis alam yang sedang terjadi.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Pelaksanaan COP16 di Yumbo, Kolombia, Senin (21/10/2024).
Foto: Reuters/Luisa Gonzalez
Pelaksanaan COP16 di Yumbo, Kolombia, Senin (21/10/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, CALI -- Pertemuan Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) yang digelar di Cali, Kolombia, dari 21 Oktober hingga 1 November mendatang akan mempertemukan delegasi hampir 200 negara. Mereka akan membahas kebijakan dan rencana untuk menahan laju kerusakan alam.

Salah satu prioritas COP16 adalah menemukan sumber pendanaan baru untuk membantu negara miskin mencapai target perlindungan alam. Pada COP15 tahun 2022, para negosiator menetapkan target bahwa pada tahun 2025 mendatang dunia harus mengumpulkan 20 miliar dolar AS per tahun untuk membantu negara berkembang melindungi keanekaragaman hayatinya.    

Baca Juga

Berdasarkan data Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) pada September, sejak 2022 dana sebesar 5,4 miliar dolar AS per tahun sudah dialirkan untuk alam. Meski artinya target 2025 lebih mudah tercapai, tapi hal ini juga menandakan target juga dapat lebih ambisius.

“Jika Anda hanya melihat dana baru yang diumumkan sejak (COP15) untuk mengimplementasikan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global, jumlahnya sangat sedikit,” kata direktur Campaign for Nature Brian O'Donnell, Senin (21/10/2024).

Karena ada jeda data selama dua tahun, negara-negara tidak mengetahui berapa banyak yang dihabiskan untuk alam tahun ini sampai setelah target berjalan. Dalam hitungan bulan dunia bergerak cepat setelah COP15 menetapkan Dana Kerangka Keanekaragaman Hayati Global (Global Biodiversity Framework Fund).

Dana tersebut salah satu instrumen utama dunia untuk membiayai konservasi. Namun hanya sedikit negara yang sudah berkontribusi. Berdasarkan data Campaign for Nature, sejauh ini baru 238 juta dolar AS yang berhasil dikumpulkan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Presidensi COP16 Susana Muhammad mengatakan, di tengah pembicaraan mengenai pembiayaan dan kebijakan, negosiator COP16 juga tetap harus fokus pada krisis alam yang sedang terjadi di dunia nyata.

Ia juga mendesak negara-negara untuk mempertimbangkan rencana mereka dalam menangani perubahan iklim sebagai bagian dari agenda keanekaragaman hayati, mengingat kedua masalah ini saling terkait. Sebagai contoh, pemanasan global memanaskan lautan ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan dunia mengalami pemutihan massal terumbung karang keempat tahun ini.

“Indikator terakhir adalah kenyataan hilangnya keanekaragaman hayati, saat ini kita tidak lebih baik dibandingkan dua tahun yang lalu,” katanya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement