Selasa 29 Oct 2024 19:27 WIB

Jurnalisme Iklim Bukan Sekadar Data

Perubahan iklim memiliki dampak yang sangat luas.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Kegiatan diskusi mengenai jurnalisme iklim di @America, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Foto: Lintar Satria/Republika
Kegiatan diskusi mengenai jurnalisme iklim di @America, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Jurnalis investigasi lingkungan asal Amerika Serikat, (AS) Daniel Glick hadir di Jakarta untuk berbagi pandangannya tentang tantangan perubahan iklim dan bagaimana jurnalis dapat mengomunikasikannya kepada masyarakat.  Dalam diskusi  “Pentingnya Kolaborasi dalam Jurnalisme Iklim" di @america, Glick menyampaikan betapa pentingnya narasi dalam menyampaikan isu perubahan iklim yang dianggapnya sebagai "krisis yang berjalan lambat."

“Perubahan iklim adalah sesuatu yang mempengaruhi seluruh dunia, baik di Indonesia, di Amerika Serikat, maupun di mana saja,” kata Glick, Selasa (29/10/2024).

Menurutnya, perubahan iklim bukan hanya tentang isu lingkungan, tetapi juga berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat di berbagai sektor, mulai dari pertanian hingga tata kota. Glick menekankan perubahan iklim berdampak luas, seperti mengubah cara manusia bertani, merancang tempat tinggal, hingga memilih lokasi ibu kota.

“Kita perlu menceritakan kisah-kisah tentang bagaimana planet ini berubah, bagaimana kita tahu bahwa planet ini berubah, dan apa yang bisa kita lakukan,” ujarnya.

Bagi Glick, tantangan utama bagi jurnalis adalah bagaimana melibatkan audiens dalam isu perubahan iklim. Kata kuncinya adalah “cerita.” Glick percaya bahwa jurnalis adalah “pendongeng” yang memiliki peran untuk menyampaikan perubahan besar ini melalui kisah-kisah nyata dari lapangan.

Glick berbagi pengalaman bagaimana ia berinteraksi dengan orang-orang yang terdampak langsung oleh perubahan iklim. Ia memberikan contoh seorang pemadam kebakaran yang menghadapi intensitas kebakaran hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya, atau seorang petani di Iowa yang kini harus mengubah cara bercocok tanam akibat perubahan iklim.

“Kabar baiknya adalah bahwa orang-orang mulai menyadari betapa pentingnya masalah ini dan betapa relevan isu ini dalam kehidupan mereka,” kata Glick.

Namun, ia juga menyampaikan sisi buruknya, yaitu bahwa respons terhadap perubahan iklim belum sebanding dengan besarnya ancaman yang dihadapi. Menurut Glick, perlu ada perubahan radikal dalam cara manusia menggunakan energi, melakukan transportasi, dan menanam makanan.

Selain itu, Glick juga menyoroti tantangan dalam industri media yang sedang mengalami disrupsi. Ia menyebutnya sebagai “krisis gerak lambat di media.” Ia mengakui banyak informasi yang datang dari sumber-sumber resmi, seperti pemerintah, tetapi ia menantang para jurnalis untuk mencari sumber informasi lain yang lebih beragam.

“Kabar buruknya adalah bahwa media sedang runtuh,” ujar Glick, menyinggung penurunan kualitas dan keberlanjutan media konvensional.

Namun, ia juga menambahkan sisi positifnya, yaitu ketersediaan informasi yang melimpah melalui teknologi dan internet. Menurutnya, jurnalis kini memiliki akses terhadap data dari seluruh dunia dan bisa mendapatkan informasi langsung dari ilmuwan dan peneliti global.

Glick juga membahas dampak konkret perubahan iklim di kota-kota pesisir, seperti Jakarta. Ia menjelaskan bagaimana pemanasan global menyebabkan kenaikan permukaan laut, baik karena pencairan es maupun perluasan volume laut akibat panas.

“Di kota seperti Jakarta, atau di negara saya, San Fransisco, atau New York, kita akan menghadapi masalah yang sangat besar ketika permukaan air laut terus naik,” kata Glick.

Bagi Indonesia, Glick menyoroti tantangan besar yang harus dihadapi pemerintah dalam merespons ancaman kenaikan air laut, termasuk rencana relokasi ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Ia melihat ini sebagai kesempatan bagi jurnalis untuk menceritakan berbagai kisah yang berkaitan dengan perubahan iklim, baik dari sisi dampaknya terhadap manusia maupun kebijakan yang diambil.

Glick mengajak para jurnalis untuk lebih fokus pada aspek manusia dalam isu perubahan iklim. Ia percaya isu ini bukan hanya tentang data atau fenomena ilmiah, melainkan tentang kehidupan manusia. “Ini bukan hanya kisah ilmiah, tapi ini adalah kisah manusia,” ungkapnya.

Glick menekankan dengan fokus pada kisah manusia, jurnalis dapat membantu masyarakat lebih memahami dampak perubahan iklim dan mendorong mereka untuk peduli serta beraksi. Glick berharap lebih banyak jurnalis yang terjun ke lapangan dan menggali cerita-cerita tentang dampak perubahan iklim pada kehidupan sehari-hari masyarakat.

Menurutnya, jurnalis memiliki peran penting untuk membangun kesadaran publik akan krisis lingkungan yang kian mengancam kehidupan di planet ini. Melalui pendekatan bercerita, Glick optimis isu perubahan iklim bisa disampaikan secara efektif sehingga masyarakat dapat merasakan urgensi dari ancaman tersebut.

“Kita sebagai jurnalis perlu menemukan kisah manusia untuk menyampaikan informasi tentang perubahan iklim dan bagaimana hal ini mempengaruhi kehidupan di planet ini, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement