REPUBLIKA.CO.ID, RIO DE JANEIRO -- Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva mendesak kelompok 20 perekonomian terbesar di dunia (G20) mempercepat target pemangkasan emisi mereka. Lula mendorong negara-negara G20 mencapai nol emisi lima sampai 10 tahun lebih cepat dari yang ditetapkan.
Dalam pembukaan pertemuan G20 di Rio de Janeiro, Lula mengusulkan agar negara-negara memajukan target mereka untuk mencapai netralitas iklim pada tahun 2040 atau 2045. Bukan pada 2050 seperti yang dijanjikan Brasil dan banyak negara lain. "Kita harus melakukan lebih banyak dan lebih baik, jangan ada waktu yang terbuang," kata Lula, Rabu (20/11/2024).
Ia mencatat pemanasan global mengakibatkan bencana alam seperti banjir dan kekeringan menjadi lebih sering dan intensif. Pemimpin-pemimpin dunia berupaya memperkuat respon terhadap perubahan iklim sebelum Donald Trump yang berencana menarik Amerika Serikat (AS) dari Perjanjian Paris dilantik sebagai presiden bulan Januari mendatang.
Presiden Argentina Javier Milei yang baru saja bertemu Trump di Florida menjadi pengingat kemungkinan perubahan arah tersebut. Sejumlah sumber mengatakan Milei memberitahu pemimpin-pemimpin G20 bahwa ia menolak komunike bersama yang mempromosikan kesetaraan gender, pajak untuk miliuner, dan pembangunan berkelanjutan.
Lula bergegas menyetujui pernyataan gabungan pemimpin-pemimpin G20 untuk mengamankan konsensus mengenai perubahan iklim. Namun, hal itu membuat sejumlah negara Eropa tidak nyaman karena mereka ingin bahasa yang lebih kuat mengenai eskalasi perang Rusia di Ukraina.
Pernyataan bersama itu menyerukan negara-negara untuk mempercepat dan meningkatkan pendanaan iklim dari miliaran dolar AS menjadi triliunan dolar AS dari segala sumber. Negara-negara G20 yang mencakup 85 persen perekonomian dunia dan bertanggung jawab atas tiga-perempat emisi yang mengakibatkan pemanasan global dinilai sangat penting dalam membentuk respon global terhadap perubahan iklim.
Pernyataan bersama itu juga mendesak negosiator di Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP29) di Baku, Azerbaijan untuk mencapai kesepakatan untuk target pendanaan iklim yang baru dan berapa kontribusi negara-negara kaya untuk membantu negara berkembang mengatasi dan beradaptasi perubahan iklim.
Saat para pemimpin dunia membahas lingkungan di G20, Lula mendesak negara-negara maju memperluas target iklim mereka untuk mengatasi semua emisi yang menyebabkan pemanasan global. Tidak hanya sektor-sektor tertentu atau gas.
Dalam pertemuan itu, Presiden AS Joe Biden mengatakan negara-negara berkembang harus memiliki kekuatan dan akses terhadap modal yang cukup untuk memperlambat perubahan iklim dan melindungi negara-negara mereka dari dampak perubahan iklim. Biden mengatakan negara-negara berkembang yang terlilit utang harus mendapatkan aliran dana.
"Sejarah sedang mengamati kita, saya mendesak kita untuk menjaga keyakinan dan maju, ini adalah ancaman eksistensi terbesar bagi umat manusia," kata Biden.
Lula sebelumnya mengusulkan pembentukan dewan baru di PBB untuk mempercepat implementasi Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim. Ia juga mengkritik negara-negara maju yang tidak memenuhi janji mereka untuk memberikan pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS per tahun kepada negara-negara berkembang pada tahun 2020.
Lula mencatat negosiasi di COP29 mengenai target keuangan baru, yang dapat mencapai lebih dari satu triliun dolar. Negosiasi di COP29 , yang akan berakhir pada hari Jumat, mengalami kebuntuan karena negara-negara maju meminta lebih banyak negara untuk berkontribusi terhadap tujuan tersebut, sementara negara berkembang berpendapat negara-negara kaya yang paling bertanggung jawab atas perubahan iklim yang harus membayar.