Selasa 10 Dec 2024 09:40 WIB

Negara-Negara Rentan Perubahan Iklim Desak Perombakan Sistem Peringkat Kredit

Peringkat kredit sangat penting untuk menarik dana investasi.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Perempuan mengisi wadah plastik dengan air di komunitas Xidhinta di Somaliland, wilayah semi-otonom Somalia, pada 14 Maret 2022.
Foto: Daniel Jukes/ActionAid via AP
Perempuan mengisi wadah plastik dengan air di komunitas Xidhinta di Somaliland, wilayah semi-otonom Somalia, pada 14 Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kelompok negara rentan dampak perubahan iklim menggunakan pertemuan PBB pekan ini mendorong perombakan peringkat kredit atau credit ratings perubahan iklim. Penasihat Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil (SIDS) yang beranggotakan 39 negara itu mengatakan perombakan perlu dilakukan agar peringkat mencerminkan ketahanan dampak perubahan iklim.

Credit ratings merupakan penilaian yang diberikan lembaga pemeringkat kredit untuk menilai kelayakan kredit dari suatu entitas, seperti perusahaan atau negara. Penilaian ini mencerminkan kemampuan entitas tersebut untuk membayar kembali utang mereka.

Dalam konteks dekarbonisasi, credit ratings dapat dipengaruhi bagaimana perusahaan atau negara mengelola risiko terkait perubahan iklim dan transisi menuju ekonomi rendah karbon. Pertemuan di New York pekan ini merupakan pertemuan kedua dari empat pertemuan yang digelar untuk menetapkan target dalam pertemuan keuangan di Spanyol tahun depan.

Di Spanyol, para kepala negara atau pemerintah akan mencari cara untuk menentukan langkah apa yang perlu dilakukan agar target-target berkelanjutan dan iklim dunia dapat tercapai.

SIDS yang termasuk Kuba, Haiti, Fiji dan Maladewa merupakan negara-negara yang paling terdampak perubahan iklim seperti badai, banjir, erosi dan kenaikan permukaaan air laut. Pendukung perombakan peringkat kredit mengatakan sistem saat ini mempersulit negara-negara rentan dampak iklim mengumpulkan uang karena hanya fokus pada potensi kerusakan ekonomi dari dampak perubahan iklim.

"Untuk pertama kalinya masalah peringkat kredit dinegosiasikan," kata direktur keuangan dan ketahanan iklim International Institute for Environment and Development, Ritu Bharadwaj, Selasa (8/12/2024).

Dalam laporannya, International Institute for Environment and Development mengatakan peringkat itu diberikan tiga lembaga pemeringkat kredit terbesar yakni Moody's, S&P Global dan Fitch berdasarkan resiko dan potensi ekonomi dari dampak perubahan iklim. Namun perusahaan-perusahaan pemeringkat kredit itu tidak mempertimbangkan faktor manfaat sosial dan ekonomi dari investasi ketahanan iklim.

Dalam merespons desakan ini, juru bicara Fitch merujuk sejumlah dokumen yang mengungkapkan metodelogi perusahaan. Sementara Moody's mengungkapkan asesmen risiko kredit yang mereka lakukan di Fiji, Barbados dan Bermuda, juga mengakui risiko iklim dan upaya mitigasinya.

Dua perusahaan tersebut tidak menjawab kritikan langsung terhadap peringkat kredit. S&P belum menanggapi permintaan komenter.

Peringkat kredit sangat penting untuk menarik dana investasi, misalnya dari dana pensiun dan investor institusional lainnya. Tapi hanya 13 dari 39 negara anggota SIDS yang memiliki peringkat kredit dari tiga perusahaan pemeringkat kredit terbesar.

Sebagian besar negara SIDS yang memiliki peringkat pun diklasifikasikan "sub-investment grade" atau negara dengan investasi berisiko tinggi. Sementara bagi negara-negara SIDS lainnya layanan peringkat kredit masih terlalu mahal.  

Banyak negara diperkirakan akan kesulitan untuk mengakses pendanaan swasta yang dianggap penting untuk mencapai target pendanaan iklim sebesar 1,3 triliun dolar AS per tahun yang disepakati pada COP29 di Baku bulan lalu.

“Kami mendorong untuk mendefinisikan ulang peringkat kredit dan melihat peluang serta risikonya, sehingga dapat memberikan pandangan yang lebih seimbang mengenai pengembalian investasi,” kata Bharadwaj.

Proses pemberian peringkat kredit telah menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir. Uni Afrika berencana untuk meluncurkan lembaga pemeringkat Afrika sendiri, dengan alasan tiga perusahaan pemeringkat kredit terbesar tidak adil dalam menilai risiko pemberian pinjaman ke benua tersebut.

Perdana menteri Antigua dan Barbuda, Gastone Browne menggambarkan proses pemeringkatan saat ini sebagai "tidak logis, menghukum, dan melihat ke belakang." Ia mengatakan ingin melihat sistem peringkat yang "lebih adil" dan "sesuai dengan tujuan."

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement