Kamis 10 Apr 2025 14:41 WIB

Kemarau Segera Tiba, Menteri LH Siapkan Empat Jurus Atasi Polusi

Salah satu upaya yang dilakukan adalah meningkatkan pemantauan kualitas udara.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Deretan gedung bertingkat yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Deretan gedung bertingkat yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ancaman polusi udara kembali membayangi Jabodetabek seiring akan datangnya musim kemarau yang diprediksi tiba akhir April atau awal Mei. Terkait hal itu, Menteri Lingkungan Hidup (KLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyiapkan empat strategi khusus.

Hanif juga sudah melakukan pertemuan penting dengan perwakilan kawasan industri di Jabodetabek pada Kamis (10/4/2025). Pertemuan itu untuk membahas langkah-langkah krusial dalam mencegah polusi udara.

Baca Juga

Hanif mengatakan ada empat langkah yang akan digencarkan untuk memerangi polusi udara selama musim kemarau.

Langkah pertama adalah meningkatkan pemantauan kualitas udara. Hanif mengatakan pemerintah akan memperkuat pemantauan terhadap kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya. Hal ini termasuk pengawasan terhadap emisi dari kawasan industri serta penerapan teknologi pemantauan yang lebih baik.

Kedua, penataan pembuangan air limbah industri. Menurut Hanif, hampir seluruh sungai di Jakarta mengalami pencemaran sedang hingga berat akibat limbah industri. “Relatif banyak yang berat terutama pada 13 sungai utama di Jakarta," katanya.

Untuk itu, penegakan hukum terkait pembuangan limbah harus diperketat agar tidak ada lagi pencemaran lebih lanjut.

Langkah ketiga adalah penanganan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Hanif mengatakan penanganan limbah B3 menjadi salah satu fokus utama dalam diskusi tersebut.

"Kami minta kontrol lebih lanjut terhadap pengelolaan limbah B3 seperti lampu-lampu bekas dan bahan beracun lainnya," kata Hanif.

Keempat, pengelolaan sampah di kawasan industri. Hanif mengatakan saat ini pengelolaan sampah juga menjadi perhatian pemerintah. Hal ini mencakup pengelolaan sampah di tingkat kawasan industri agar tidak menambah beban pencemaran lingkungan.

Hanif juga menyoroti pentingnya konversi penggunaan bahan bakar dari batu bara ke gas sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek. Ia menjelaskan bahwa boiler berbasis batu bara berkontribusi signifikan terhadap polusi atmosfer dengan kontribusi sekitar 16-20 persen dari total emisi polutan udaranya.

"Konversi ke gas adalah langkah ideal untuk meningkatkan kualitas udara kita," tegasnya.

Ia menambahkan pemerintah akan memberikan dukungan regulasi serta insentif dan sanksi disinsentif bagi perusahaan-perusahaan yang bersedia melakukan transisi tersebut.

Dalam konteks pembakaran terbuka atau open burning, Hanif menyatakan ketegasan pemerintah dalam menangani praktik-praktik berbahaya ini tanpa toleransi sama sekali. "Kami tidak akan mentoleransi open burning yang berpotensi merusak kesehatan masyarakat," katanya.

Ia menjelaskan terdapat sekitar 14 lokasi open burning yang masih aktif dan perlu ditindaklanjuti segera oleh pihak berwenang.

Selain itu, ia juga membahas tentang risiko banjir akibat upaya penurunan polusi melalui penyiraman air secara langsung ke area-area tertentu sebagai metode mitigasi sementara selama musim kemarau berlangsung.

“Menurunkan air bisa membantu tetapi juga membawa risiko banjir,” jelasnya.

Ia meminta semua pihak untuk mempertimbangkan solusi terbaik secara hati-hati sebelum mengambil tindakan lanjutan.

Hanif berharap kerja sama lintas sektor dapat terjalin dengan baik demi mencapai tujuan bersama menjaga kelestarian lingkungan sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional menuju visi Indonesia Emas 2045 tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan hidup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement