REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Penelitian terbaru mengungkapkan polusi udara atau aerosol yang dihasilkan dari aktivitas manusia mendinginkan iklim. Penelitian University of Eastern Finland dan Institut Meteorologi Finlandia mengungkapkan, partikel-partikel kecil di awan mungkin menutupi besarnya dampak pemanasan global yang sesungguhnya.
Para ilmuwan mengatakan temuan ini akan membantu model-model saintifik untuk memprediksi dampak perubahan iklim dan pemanasan global di masa depan. Aerosol merupakan partikel kecil di udara yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
Aerosol dapat berasal dari sumber-sumber alami seperti abu gunung berapi tapi juga dapat berasal dari aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, emisi industri atau dari aktivitas memasak.
Penelitian ini menemukan pembentukan dan sifat-sifat awan di ketinggian rendah sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi atmosfer dari partikel-partikel kecil.
Temuan ini memberi pemahaman yang lebih baik mengenai seberapa besar polusi aerosol dari aktivitas manusia memperlambat pemanasan iklim yang dipicu gas rumah kaca. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience meneliti kumpulan data dari stasiun pemantauan Aerosol, Clouds and Trace Gases Research Infrastructure (ACTRIS) di Svalbard dan Finlandia.
Karakter awan dapat sangat bervariasi dalam jangka waktu tertentu. Ilmuwan harus melakukan penelitian terhadap data yang dikumpulkan dalam waktu lama untuk dapat menentukan dengan akurat seberapa besar aerosol mempengaruhi awan. Para ilmuwan menemukan sifat awan sangat terpengaruh oleh tingkat aerosol.
"Emisi partikel halus antropogenik mendinginkan iklim dengan memodifikasi sifat awan dan dengan demikian menangkal sebagian pemanasan iklim yang disebabkan oleh gas rumah kaca,” kata Profesor Annele Virtanen dari University of Eastern Finland seperti dikutip dari Euro News, Kamis (10/4/2025).
Virtanen mengatakan penelitian ini mengungkapkan efek pendinginan yang diakibatkan aerosol lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya. Penelitian ini juga mengevaluasi kemampuan model-model iklim untuk menggambarkan hubungan antara sifat awan dan konsentrasi aerosol secara akurat.
Dengan membandingkan hasil model dengan pengamatan dunia nyata, para ilmuwan menemukan masalah dalam cara proses-proses kunci direpresentasikan dalam model-model tersebut.
“Temuan ini akan membantu kami mengembangkan model iklim yang lebih akurat untuk memprediksi perubahan iklim di masa depan,” kata profesor riset Sami Romakkaniemi dari Institut Meteorologi Finlandia.