Senin 21 Apr 2025 13:55 WIB

Gletser Andes Menyusut, 90 Juta Orang Terancam Krisis Air

cadangan air yang bisa disimpan selama musim hujan menurun.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Pemandangan saat matahari terbit gunung berapi Cotopaxi Pegunungan Andes dari Chasquis, provinsi Cotopaxi, Ekuador, 24 September 2022.
Foto: EPA-EFE/Jose Jacome
Pemandangan saat matahari terbit gunung berapi Cotopaxi Pegunungan Andes dari Chasquis, provinsi Cotopaxi, Ekuador, 24 September 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Gletser di Pegunungan Andes, yang sebagian besar terletak di perbatasan antara Chile dan Argentina, mengalami penyusutan drastis. Cadangan es ini menjadi sumber air penting bagi sekitar 90 juta orang di seluruh Amerika Selatan.

Saat ini, ketebalan gletser menipis sekitar 0,7 meter per tahun—35 persen lebih cepat dibanding rata-rata global. Dalam acara perdana Hari Dunia untuk Gletser yang diselenggarakan UNESCO di Paris pekan lalu, para peneliti dari University of Sheffield mempresentasikan dokumen kebijakan (policy brief) berjudul Masa Depan Menara Air Andes.

Baca Juga

Dokumen itu menyoroti penyusutan gletser sebagai ancaman nyata terhadap ketahanan pangan dan ketersediaan air bagi jutaan orang yang menggantungkan hidup pada sumber daya tersebut.

Pegunungan Andes memicu proses pengangkatan orografis (orographic lifting), yakni ketika udara dipaksa naik, mendingin, dan membentuk presipitasi—baik berupa salju, es, maupun hujan. Presipitasi ini kemudian tertampung di reservoir alami seperti gletser, tanah beku (permafrost), danau, serta lahan basah.

Air yang dilepaskan dari pencairan gletser selama musim kemarau mengalir ke sungai dan menjadi sumber vital untuk kebutuhan sehari-hari, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), industri lokal, hingga irigasi pertanian dan peternakan.

Namun, perubahan iklim mengganggu siklus ini. Suhu global yang meningkat membuat presipitasi lebih sering turun sebagai hujan, bukan salju. Musim dingin menjadi lebih singkat, dan intensitas salju berkurang drastis. Akibatnya, cadangan air yang bisa disimpan selama musim hujan pun menurun saat kemarau tiba.

“Laporan pertama Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) dirilis pada 1990. Sejak saat itu, hampir tidak ada langkah signifikan untuk menekan emisi karbon secara global. Policy brief kami menunjukkan bahwa apa yang diperingatkan ilmuwan selama puluhan tahun kini menjadi kenyataan,” kata Jeremy Ely dari School of Geography and Planning, University of Sheffield, seperti dikutip dari Cosmos, Senin (21/4/2025).

Ia mendesak pemerintah di seluruh dunia segera mengambil tindakan untuk melindungi dan melestarikan gletser yang sangat penting ini. Policy brief tersebut didasarkan pada riset selama bertahun-tahun dan data satelit.

Penelitian menunjukkan bahwa laju pencairan gletser dan lapisan es di seluruh dunia kini mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, seiring peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfer.

“Kehilangan es sebesar ini di Pegunungan Andes butuh perhatian segera. Ini akan meningkatkan tekanan terhadap sumber air tawar bagi komunitas dan kota-kota besar di wilayah hilir,” ujar Ely.

Target Perjanjian Paris 2015 untuk menahan kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius telah dilampaui selama beberapa bulan pada tahun 2024. Proyeksi terbaru bahkan menunjukkan skenario pemanasan melebihi 2 derajat Celsius, dengan kemungkinan sebagian besar wilayah Andes akan benar-benar atau hampir bebas es pada tahun 2100.

“Jika suhu meningkat hingga 4,5 derajat Celsius pada akhir abad ini di kawasan Andes, ancaman terhadap pasokan air dan pangan jutaan orang akan semakin besar,” tambah Ely.

Dengan menyusutnya volume gletser, suplai air pun berkurang. Akibatnya, banyak negara dipaksa membangun infrastruktur besar seperti bendungan untuk menyimpan air tambahan. Namun pembangunan itu membutuhkan investasi besar yang belum tentu bisa dijangkau oleh negara-negara miskin atau paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

“Target pengurangan emisi karbon sejauh ini gagal tercapai. Satu-satunya cara melindungi gletser adalah dengan memangkas emisi karbon secara drastis dan permanen. Situasinya sangat serius—dan hanya kerja sama global yang bisa menghadirkan solusi nyata bagi komunitas paling rentan akibat krisis iklim,” kata Ely.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement