Senin 05 May 2025 14:18 WIB

DPR RI Tegaskan Transisi ke Energi Terbarukan Sebuah Keharusan

DPR mendukung percepatan transisi energi nasional.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Teknisi memeriksa solar panel pada proyek PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi XII DPR Sugeng Suparwoto menegaskan transisi energi menuju sumber energi baru dan terbarukan (EBT) bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan yang harus dijalankan oleh Indonesia. Namun, ia menekankan proses transisi ini harus direncanakan dengan matang.

“Transisi energi menuju energi baru terbarukan bukan pilihan, tapi keharusan dengan catatan semua direncanakan dengan baik sehingga tidak ada yang dirugikan dalam hal ini, termasuk masyarakat secara luas,” ujar Sugeng dalam audiensi Komisi XII DPR RI dengan Institute for Essential Services Reform (IESR), Senin (5/5/2025).

Baca Juga

Sugeng mengacu pada kajian yang dilakukan IESR yang mengungkap potensi energi terbarukan Indonesia yang sangat besar dan layak dikembangkan, khususnya dari sumber tenaga surya, angin, dan mini hidro di Indonesia. Kajian terbaru IESR menyebutkan potensi energi baru terbarukan yang layak dikembangkan di Indonesia mencapai sekitar 333 gigawatt (GW).

Angka ini menunjukkan besarnya peluang yang dimiliki Indonesia untuk beralih dari energi fosil ke energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Menurut Sugeng, potensi sebesar itu harus dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

“Kita harus memastikan transisi energi ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga memberikan manfaat sosial yang luas dan menjaga kelestarian lingkungan,” katanya.

Sugeng menegaskan DPR RI berkomitmen untuk mendukung percepatan transisi energi nasional. Ia menegaskan Komisi XII akan terus melakukan pengawasan dan memberikan masukan kebijakan agar proses transisi berjalan lancar dan adil.

Sugeng mengatakan ketidakadilan dalam mekanisme pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia yang menjadi salah satu hambatan utama dalam percepatan transisi energi nasional.

Ia menegaskan kebutuhan untuk beralih ke energi terbarukan semakin mendesak karena sumber energi fosil telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan ekonomi. Sugeng menambahkan langkah menuju energi baru terbarukan bukan semata-mata mengikuti tren global atau karena tekanan dari negara-negara lain seperti Eropa.

“Jadi kita kalau masuk energi baru terbarukan itu sekali lagi, bukan karena kita latah, seolah-olah karena Eropa bergerak ke EBT,” jelasnya.

Menurut Sugeng, transisi energi harus didorong oleh kebutuhan nyata Indonesia untuk mengatasi tantangan energi fosil yang semakin tidak berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya menciptakan mekanisme yang adil dan efektif agar pengembangan EBT dapat berjalan optimal dan memberikan manfaat luas bagi masyarakat.

“Fosil sudah jadi masalah, jadi kita harus segera beralih ke energi baru terbarukan dengan mekanisme yang tepat,” kata Sugeng.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement