REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga think tank bidang energi Institute for Essential Services Reform(IESR) menilai bahwa pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT) sebagai salah satu solusi untuk menarik investasi energi terbarukan di Indonesia.
“Kami percaya bahwa dengan mengadopsi kebijakan PBJT maka bisa mendorong pemanfaatan potensi energi terbarukan tanpa membebani anggaran negara,” kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam webinar di Jakarta, Selasa (29/4/2025).
PBJT adalah suatu mekanisme yang memberikan akses terbuka dan nondiskriminatif kepada pihak-pihak di luar perusahaan utilitas untuk menggunakan infrastruktur jaringan yang dimiliki oleh utilitas tersebut.
Melalui jaringan ini, pihak-pihak berkepentingan dapat menyalurkan energi listrik dari sumber pembangkitan swasta langsung kepada konsumen swasta, dengan dikenakan biaya layanan kepada pengelola jaringan transmisi.
Pendekatan ini memfasilitasi berbagai pemangku kepentingan dalam memanfaatkan infrastruktur jaringan yang dimiliki oleh perusahaan listrik negara atau PLN guna mendistribusikan energi listrik dari berbagai sumber pembangkitan menuju pusat-pusat beban.
Lebih lanjut, Fabby menuturkan ambisi PT PLN untuk mengembangkan energi terbarukan hingga 75 gigawatts (GW) dari total target 100 GW pada 2040 diperkirakan membutuhkan pendanaan besar mencapai 235 miliar dolar AS atau sekitar Rp 4.000 triliun.
Di tengah kebutuhan pendanaan yang besar ini, kebijakan PBJT diyakini dapat menjadi solusi untuk menarik investasi swasta dalam pengembangan proyek energi terbarukan tanpa membebani keuangan negara maupun investasi PLN.
“Bahkan dengan kondisi hari ini pun diperkirakan 70 persen dari kebutuhan investasi itu memang harus berasal dari swasta,” jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, IESR merilis laporan kebijakan terkait pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT), atau yang secara global dikenal sebagai power wheeling, sebagai solusi untuk mengatasi berbagai tantangan pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Tantangan-tantangan ini meliputi minimnya pilihan bagi perusahaan untuk mendapatkan energi terbarukan serta masalah geografis terkait jauhnya lokasi sumber daya terbarukan yang memadai dari pusat-pusat industri tempat perusahaan beroperasi.
IESR menilai skema PBJT memungkinkan pihak non-utilitas untuk mengakses jaringan transmisi milik PLN dan menyalurkan listrik dari pembangkit swasta ke konsumen swasta dengan membayar biaya layanan.
Skema ini juga dinilai menguntungkan semua pihak, membantu perusahaan mencapai target energi terbarukan mereka, dan memberikan sumber pendapatan jangka panjang yang stabil bagi PLN.
Laporan tersebut juga menguraikan bagaimana PLN dapat menyewakan saluran transmisinya kepada penjual dan pembeli swasta dengan struktur dan insentif yang tepat. Regulasi kelistrikan yang berlaku saat ini dinilai telah memberikan ruang bagi implementasi dasar PBJT.
IESR menekankan bahwa negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia telah mengimplementasikan mekanisme serupa, dan meningkatkan daya saing internasional mereka serta mendorong pertumbuhan energi terbarukan.
Oleh karena itu, IESR menilai Indonesia perlu bertindak cepat dalam mengimplementasikan PBJT agar tetap menjadi pasar yang menarik bagi investasi asing di kawasan ini.