Jumat 16 May 2025 11:14 WIB

PLTU Jeranjang Gunakan Limbah Kayu Hasilkan Listrik Hijau

Program co-firing juga menyerap limbah organik dari masyarakat.

Petugas PLN melakukan pengecekan kondisi kelistrikan di Gardu Induk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, NTB, Jumat (27/8/2021).
Foto: ANTARA/Ahmad Subaidi
Petugas PLN melakukan pengecekan kondisi kelistrikan di Gardu Induk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, NTB, Jumat (27/8/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, mulai mengurangi ketergantungan pada batu bara dengan memanfaatkan limbah kayu sebagai bahan bakar alternatif. Upaya ini dilakukan melalui program co-firing yang diinisiasi oleh PLN.

Saat uji coba awal pada tahun 2019, penggunaan biomassa hanya 5 ton per bulan. Kini, PLTU Jeranjang rata-rata mengonsumsi lebih dari 150 ton biomassa setiap hari.

Baca Juga

“Jumlahnya terus meningkat, sesuai target tahunan yang kami tetapkan,” kata Manajer Unit Bisnis Pembangkit PLTU Jeranjang, Yunisetya Ariwibawa, saat ditemui di kawasan PLTU, Kamis (15/5).

Pada 2024, realisasi pemanfaatan biomassa mencapai 29.009 ton atau melampaui target 28.675 ton, menghasilkan listrik hijau (MWh green) sebesar 25.043 megawatt-jam. Untuk 2025, targetnya naik menjadi 35.200 ton biomassa dengan capaian energi bersih 28.847 megawatt-jam. Hingga 13 Mei, konsumsi biomassa telah menyentuh 14.621 ton.

Menurut Ariwibawa, program co-firing tidak hanya menekan emisi karbon dari pembakaran batu bara, tetapi juga menyerap limbah organik masyarakat.

“Dari sisi lingkungan, ini jelas lebih baik karena biomassa tidak mengandung karbon. Emisi dari pembangkit pun turun,” ujarnya.

Saat ini, biomassa menyumbang sekitar 10 persen dari total bahan bakar di PLTU Jeranjang. Bahan bakunya berasal dari serbuk kayu (sawdust) dan kayu cacah (woodchip) yang dipasok oleh empat mitra lokal.

Salah satunya adalah PT Syahroni Rezeki Mandiri. Direktur perusahaan, Syamsul Hadi, menyebut bahan baku berasal dari limbah usaha penggergajian di Pulau Lombok dan Sumbawa, termasuk limbah pohon tebangan seperti daun dan ranting.

“Sebelum ada program ini, limbah kayu jadi masalah. Bahkan saya harus bayar orang untuk buang limbah,” kata Syamsul, yang memulai karier sebagai sopir truk kayu. “Sekarang limbah itu punya nilai ekonomi, bahkan bisa menghasilkan listrik.”

Dampak positif juga dirasakan oleh UPTD Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok. Kepala Seksi Pengolahan Mulyadi Gunawan mengatakan, penggunaan limbah taman sebagai biomassa membantu memperpanjang umur TPA.

“Rata-rata kami kurangi sekitar 20 ton sampah taman setiap hari. Kalau tidak diolah, tempat pembuangan bisa lebih cepat penuh,” katanya.

Dari total timbulan sampah harian di TPA yang mencapai 324 ton, sekitar 74 ton atau hampir 23 persennya berasal dari sampah taman Kota Mataram dan Lombok Barat. Limbah pohon peneduh jalan yang sebelumnya tak termanfaatkan, kini turut menjadi bahan bakar bagi pembangkit listrik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement