Selasa 20 May 2025 13:03 WIB

Jerman Luluh, Uni Eropa Siap Masukkan Nuklir dalam Energi Hijau

Jerman sejak lama menolak nuklir dan menutup seluruh reaktor nuklirnya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Zaporizhzhia, Pembangkit Tenaga Nuklir Terbesar di Ukraina dan Eropa
Foto: republika
Zaporizhzhia, Pembangkit Tenaga Nuklir Terbesar di Ukraina dan Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS — Jerman dan Prancis dilaporkan telah mengakhiri perbedaan pendapat terkait energi nuklir, yang membuka jalan untuk tercapainya kesepakatan dalam kebijakan energi dan iklim Uni Eropa. Seorang pejabat Prancis menyatakan bahwa Jerman tidak lagi menolak penyetaraan energi nuklir dengan energi terbarukan dalam legislasi Eropa.

Perbedaan pandangan antara dua ekonomi terbesar Uni Eropa itu selama ini menjadi hambatan dalam perumusan kebijakan iklim blok tersebut. Prancis yang sekitar 70 persen listriknya bersumber dari tenaga nuklir, merupakan pendukung utama energi atom di Eropa.

Baca Juga

Sebaliknya, Jerman sejak lama menolak nuklir dan menutup seluruh reaktor nuklirnya, meskipun mengakui energi tersebut rendah emisi karbon.

Namun kini, sikap Berlin mulai berubah. Kanselir Jerman Friedrich Merz menyebut penghentian energi nuklir sebagai sebuah kesalahan. Ia berjanji memperkuat hubungan dengan Paris dan meninjau ulang kebijakan energi negaranya.

Perubahan posisi Jerman juga dipicu realitas geopolitik baru, yaitu ketergantungan terhadap gas Rusia mendorong banyak negara Eropa untuk kembali mempertimbangkan pembangkit listrik tenaga nuklir. Semakin banyak negara anggota UE yang bersiap mengaktifkan atau membangun reaktor baru, sementara Jerman justru semakin terisolasi.

Analis energi dari ICIS, Ellie Chambers, menyebut sikap baru Jerman membuat Austria kini menjadi satu-satunya negara di Eropa yang secara terbuka menolak energi nuklir. “Langkah ini akan mendorong Komisi Eropa untuk memperluas pendanaan bagi teknologi nuklir,” ujarnya.

Meski demikian, Chambers memperingatkan tantangan besar masih menanti. Pembangunan reaktor nuklir baru memerlukan investasi besar dan waktu panjang sebelum menghasilkan listrik yang dapat masuk ke jaringan nasional.

Konfirmasi perubahan sikap Jerman muncul dalam laporan Financial Times yang dikutip oleh pejabat Prancis pada Senin (19/5/2025). Ia menyoroti artikel opini bersama Merz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron di harian Le Figaro awal bulan ini, sebagai sinyal jelas pemulihan hubungan energi kedua negara.

“Kami akan menyelaraskan kembali kebijakan energi kami berdasarkan prinsip netralitas iklim, daya saing, dan kedaulatan,” tulis keduanya. Mereka juga menyerukan penerapan prinsip “netralitas teknologi” dalam kebijakan energi Uni Eropa, yang menjamin perlakuan setara bagi semua sumber energi rendah karbon, termasuk nuklir.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Ekonomi Jerman menolak mengomentari laporan tersebut.

Energi nuklir kini tengah mengalami kebangkitan di Eropa. Belgia mencabut undang-undang penghentian nuklir, sedangkan Swedia dan sejumlah negara Eropa Tengah tengah merencanakan pembangunan reaktor baru.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement