REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL – Sebanyak 11 negara anggota Uni Eropa mendesak Komisi Eropa untuk kembali menunda dan melonggarkan penerapan Undang-undang Anti-Deforestasi yang dinilai memberatkan pelaku usaha. Regulasi ini sebelumnya ditujukan untuk mengurangi deforestasi global sebesar 10 persen dengan melarang masuknya produk hasil konversi hutan seperti kedelai, daging sapi, minyak sawit, kakao, dan kopi.
Desakan terbaru dipimpin Austria dan Luksemburg, disertai dukungan dari Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Finlandia, Italia, Latvia, Portugal, Rumania, dan Slovenia.
Mereka menilai persyaratan hukum yang akan mulai berlaku pada Desember 2025 itu terlalu membebani petani dan industri kehutanan.
“Persyaratan yang ditetapkan kepada petani dan pengelola kehutanan terlalu tinggi, bahkan tidak mungkin diimplementasikan dan berdampak tidak proporsional terhadap mereka,” demikian isi pernyataan bersama yang disampaikan pada Senin (26/5/2025).
Di bawah undang-undang tersebut, eksportir ke Uni Eropa wajib membuktikan bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan hasil deforestasi. Jika gagal, perusahaan di Uni Eropa yang membeli produk tersebut bisa dikenakan denda hingga 4 persen dari omzet.
Aturan ini juga berlaku untuk ekspor dari Uni Eropa, menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap industri domestik.
Sebelumnya, Komisi Eropa sudah menunda peluncuran aturan hingga akhir 2025, menyusul tekanan dari mitra dagang seperti Brasil dan Amerika Serikat.
Pekan lalu, Komisi juga menyatakan akan mengecualikan sebagian besar negara dari pemeriksaan ketat atas deforestasi. Namun, desakan dari 11 negara ini meminta langkah lebih lanjut, termasuk pembentukan kategori baru bagi negara-negara berisiko deforestasi sangat rendah, yang akan dikecualikan dari proses pelacakan dan pemeriksaan ketat di bea cukai.
Hingga saat ini, Komisi Uni Eropa belum menanggapi permintaan dan komentar terkait adanya desakan tersebut dari para anggota Uni Eropa.