Rabu 28 May 2025 16:24 WIB

Transportasi Laut Butuh Insentif untuk Tekan Emisi

Ketiadaan fasilitas LNG bunkering di dalam negeri menjadi salah satu hambatan.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Satria K Yudha
Kapal milik PT Pertamina International Shipping.
Foto: Pertamina
Kapal milik PT Pertamina International Shipping.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pelaku usaha transportasi laut menegaskan komitmen mereka dalam menurunkan emisi sektor maritim. Namun, langkah tersebut dinilai tak akan efektif tanpa dukungan regulasi dan insentif dari pemerintah.

Direktur Perencanaan Bisnis PT Pertamina International Shipping (PIS), Eka Suhendra, menyebut salah satu strategi utama penurunan emisi adalah transisi dari bahan bakar diesel atau Marine Fuel Oil (MFO) ke bahan bakar gas, seperti Liquefied Natural Gas (LNG).

Ia menilai potensi pengurangan emisi dari sektor laut sangat besar, apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan dengan cadangan gas yang melimpah. Namun demikian, transisi ini masih menghadapi tantangan serius, terutama dari sisi biaya dan infrastruktur.

“Seperti mobil listrik contohnya, jadi kalau orang punya mobil listrik, pajaknya kecil. Nah bisa atau tidak kapal LNG? Kapal yang fuel-nya LNG dapat seperti itu. Supaya istilahnya tadi biaya tidak terlalu tinggi,” kata Eka dalam Info Maritime Week (IMW) 2025, Selasa (27/5/2025).

Ia menambahkan, PIS telah memulai upaya dengan mengoperasikan kapal dual fuel, namun ekosistem yang belum terbentuk membuat inisiatif ini sulit berkembang. Ketiadaan fasilitas LNG bunkering di dalam negeri menjadi salah satu hambatan terbesar.

“Sebenarnya kami mau 'mancing' ekosistem, kita udah ada kapalnya beberapa tapi susah nyari LNG-nya, sebagai fuel-nya masih susah. Maksudnya belum ada LNG-bunkering hub yang bisa kita datengin kalau kita mau mengisi LNG, apalagi yang ada di rutenya kita.”

Menurut dia, pemerintah perlu membuka peluang bagi berbagai alternatif bahan bakar ramah lingkungan, termasuk LNG. Pemilihan bahan bakar harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan ketersediaan energi lokal.

Ia juga menilai selama ini fokus pemerintah lebih banyak diarahkan pada sektor transportasi darat. Di sektor maritim, persoalan ekosistem dan infrastruktur masih seperti dilema ayam dan telur. “Membangun ekosistem itu seperti telur dan ayam, yang mana duluan, infrastruktur dulu atau permintaan dulu,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement