REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketegangan geopolitik global, termasuk konflik di Timur Tengah dan ancaman perang dagang, memberi tekanan baru pada perekonomian dunia. Namun, situasi ini semestinya menjadi momentum untuk mempercepat transisi energi dan pembangunan infrastruktur hijau yang lebih tangguh.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers ‘APBN Kita’ edisi Juni 2025 menyatakan, ketidakpastian global menciptakan tekanan terhadap ekspor, nilai tukar, dan harga komoditas, sehingga menimbulkan kombinasi risiko yang kompleks.
Di tengah tekanan ini, Indonesia dinilai memiliki peluang strategis untuk mempercepat pembangunan infrastruktur berkelanjutan sebagai respons atas ketergantungan terhadap energi fosil yang kini rentan.
Chief Investment Officer PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), M Ramadhan Harahap (Idhan), menilai krisis global harus dijadikan katalis reformasi infrastruktur hijau. “Kita sedang berada pada titik balik. Krisis ini justru memperkuat argumentasi bahwa Indonesia harus mempercepat kemandirian energi melalui proyek-proyek hijau yang stabil dan terukur,” kata Idhan dalam siaran pers, Selasa (1/7/2025).
Menurut Idhan, konflik di Timur Tengah menimbulkan tekanan pada harga minyak global dan menciptakan volatilitas tinggi di sektor pembiayaan. Proyek infrastruktur yang bergantung pada bahan bakar fosil atau komponen impor kini menghadapi kenaikan biaya modal yang signifikan. Kondisi tersebut membuka peluang bagi energi terbarukan seperti PLTS, panas bumi, dan biogas, yang lebih resilien terhadap fluktuasi global.
Langkah akselerasi ini tercermin dalam komitmen pemerintah yang meresmikan proyek hilirisasi Battery Energy Storage System (BESS) di Karawang pada 29 Juni 2025. Presiden Prabowo Subianto menyatakan, kemandirian energi Indonesia bisa tercapai dalam lima hingga enam tahun. Pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik dan sistem penyimpanan energi terbarukan menjadi kunci dalam strategi tersebut.
Dia mengatakan, IIF terus memperkuat portofolio pembiayaan pada proyek infrastruktur yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Selain pendanaan, IIF juga menyediakan layanan ESG advisory untuk memastikan proyek-proyek nasional tetap tangguh secara sosial dan lingkungan di tengah dinamika global.
“Kami mendesain pembiayaan yang adaptif terhadap risiko global, baik dari sisi keuangan, lingkungan, maupun tata kelola. Ini penting agar proyek-proyek hari ini tidak menjadi beban bagi generasi mendatang,” tegas Idhan.
Ia menambahkan, IIF akan terus menjembatani kebutuhan pembangunan nasional dengan perubahan global yang cepat, sekaligus memperkuat kemitraan dengan investor dan lembaga multilateral yang berorientasi pada prinsip ESG.
“Tantangan geopolitik ini bukan alasan untuk berhenti. Justru menjadi pengingat bahwa infrastruktur masa depan harus lebih kuat, lebih hijau, dan lebih mandiri,” katanya.