REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) mendorong penguatan tata kelola dan transparansi informasi publik. Melalui Forum Edukasi Keterbukaan Informasi Publik 2025 yang digelar bersama Komisi Informasi Pusat (KIP) belum lama ini, Indonesia Re menyoroti pentingnya akurasi, akses, dan keterbukaan data bagi publik sebagai bagian dari tata kelola perusahaan yang akuntabel.
Indonesia Re sebelumnya meraih predikat BUMN Informatif dalam Monitoring dan Evaluasi (MONEV) Keterbukaan Informasi Publik 2024 dengan skor 97,2. Capaian tersebut menjadi dasar bagi perusahaan untuk memperkuat kebijakan keterbukaan informasi pada tahun 2025.
Direktur Utama Indonesia Re, Benny Waworuntu menyatakan bahwa keterbukaan informasi bukan hanya kewajiban hukum, tetapi bagian dari budaya tata kelola. Sebagai perusahaan milik negara, kata dia, transparansi begitu penting. “Kegiatan ini adalah upaya untuk meningkatkan keterbukaan informasi publik di lingkungan Indonesia Re grup. Selain itu, literasi juga menjadi fokus kami untuk menjelaskan kepada publik atau masyarakat mengenai perusahaan reasuransi, tetapi juga bagaimana perusahaan dijalankan berbasis akuntabilitas dan transparansi,” ujar Benny dalam siaran pers, Ahad (17/8/20/5).
Forum tersebut dihadiri Ketua KIP Donny Yoesgiantoro, Komisioner KIP Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Komunikasi Publik Samrotunnajah Ismail, dan Komisioner Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Syawaludin. Dalam forum itu, para Komisioner KIP menyoroti tantangan keterbukaan informasi publik serta perlunya pemutakhiran informasi secara rutin dan penggunaan teknologi, termasuk artificial intelligence, untuk proses verifikasi data.
Ketua KIP Donny Yoesgiantoro Donny Yoesgiantoro menekankan pentingnya konsistensi. “Informasi publik harus terus diperbarui, tidak hanya menjelang monev. PPID juga perlu dikelola secara lengkap dan detail,” ujarnya.
Komisioner KIP Bidang Sosialisasi, Edukasi dan Komunikasi Publik Samrotunnajah Ismail menambahkan bahwa pelaksanaan komunikasi publik harus berjalan rutin. “Informasi publik perlu diperbarui minimal setiap enam bulan sekali. Untuk itu dukungan manajemen, regulasi internal, dan sarana layanan yang inklusif sangat penting,” ujarnya.
Adapun Komisioner Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Syawaludin, mengingatkan pentingnya penyelesaian sengketa informasi secara efektif. “Komunikasi itu kunci untuk menjaga hubungan badan publik dengan masyarakat, pasalnya mengembalikan kepercayaan yang hilang karena adanya ketidakpuasan dari publik membutuhkan waktu lama,” katanya.
Indonesia Re menyampaikan bahwa keterbukaan informasi dijalankan melalui penguatan tiga aspek, yaitu struktur PPID, substansi SOP layanan dan pengujian konsekuensi, serta infrastruktur layanan informasi publik baik offline maupun online. Perusahaan juga telah tersertifikasi ISO 27001:2013 untuk sistem manajemen keamanan informasi.
Dengan forum edukasi ini, Indonesia Re berharap dapat mempertahankan predikat sebagai BUMN Informatif pada tahun 2025, sekaligus mendorong tata kelola yang lebih transparan, akuntabel, dan konsisten di lingkungan BUMN.