REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Lembaga think-tank Ember memperkirakan penggunaan bahan bakar fosil global bisa mulai menurun dalam lima tahun ke depan. Tren ini didorong oleh percepatan adopsi energi terbarukan di Cina serta meningkatnya ketergantungan ekonomi dunia pada listrik.
Para peneliti Ember menilai skala transisi energi berkelanjutan di Cina akan menjadi faktor penentu dalam menekan konsumsi fosil jangka panjang. Peran Cina sebagai eksportir terbesar teknologi energi bersih juga mempercepat transisi global.
Dalam laporannya, Ember menyebut pada 2023 seperempat negara berkembang telah melampaui Amerika Serikat dalam elektrifikasi perekonomian. Capaian ini dimungkinkan karena ketersediaan teknologi energi bersih murah dari Cina.
Pada paruh pertama 2025, pembangkit listrik tenaga surya dan bayu di Cina bahkan menghasilkan listrik lebih banyak dari kebutuhan domestik. Kondisi itu memangkas penggunaan bahan bakar fosil hingga 2 persen. Ember mencatat, pencapaian tersebut tidak lepas dari investasi Cina sebesar 625 miliar dolar AS di sektor energi berkelanjutan pada 2024, atau sepertiga dari total investasi global.
“Lonjakan energi terbarukan Cina dan elektrifikasi perekonomian secara keseluruhan membentuk ulang pilihan energi bagi seluruh dunia dengan sangat cepat, menciptakan kondisi yang menurunkan penggunaan bahan bakar fosil,” tulis Ember dalam laporannya dikutip dari Japan Times, Selasa (9/9/2025).
Ember menambahkan, jika tren ini berlanjut maka permintaan bahan bakar fosil global dapat mencapai puncak sebelum 2030. Penghentian penggunaan fosil penting untuk memangkas emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim dan menghindari dampak terburuk pemanasan global.
Namun, pencapaian target nol emisi masih menghadapi tantangan. Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, menunjukkan resistensi terhadap transisi energi. Tingginya biaya investasi juga membuat sejumlah negara enggan bergerak cepat, sehingga beban besar masih bertumpu pada Cina sebagai penghasil emisi terbesar di dunia.
Selama puluhan tahun Cina menjadi motor pertumbuhan konsumsi bahan bakar fosil. Kini, keberhasilannya mengadopsi energi hijau akan sangat memengaruhi negara-negara yang bergantung pada ekspor energi fosil untuk menopang ekonomi.
Ember menilai, Cina berhasil membuktikan pertumbuhan ekonomi dan transisi energi berkelanjutan tidak bertentangan, melainkan saling menguatkan dengan energi hijau sebagai mesin baru pertumbuhan.