REPUBLIKA.CO.ID, TABANAN — Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq membuka opsi moratorium pembangunan di Bali setelah banjir melanda sejumlah wilayah. Ia menilai banjir yang terjadi salah satunya akibat minimnya tutupan hutan dan masifnya alih fungsi lahan.
“Lanskap kita untuk Bali ke atas (utara) sampai Gunung Batur ini tutupan hutannya sangat kecil, kurang dari 4 persen, jadi dari 49 ribu hektare daerah aliran sungainya, yang ada tutupannya kurang dari 1.200 hektare. Ini sangat kecil, ya pohonnya, jadi kita harus mengubah semua detail rencana lanskap kita,” kata Hanif Faisol di Tabanan, Bali, Sabtu (13/9/2035).
Hanif menyebut alih fungsi lahan masif membuat resapan air semakin terbatas. Namun, pihaknya masih menunggu hasil pemetaan dan pengujian dari Gubernur Bali untuk menentukan langkah lebih lanjut.
Ia menegaskan, pemerintah pusat akan terus bergandengan dengan Pemprov Bali dalam penegakan hukum maupun penguatan tata lingkungan hidup.
“Langkah konkretnya kita akan memitigasi, memberikan arah semacam kajian hidup strategis yang harus menjadi rujukan Pemprov Bali dan di bawahnya harus kita lakukan. Kemudian kami tetap dalami hal yang menyebabkan penguatan kerusakan lingkungan,” ujarnya.
Hanif membuka opsi moratorium pembangunan karena populasi di Bali sudah sangat padat, sehingga harus disesuaikan dengan daya dukung lanskap. Musibah banjir yang melanda Denpasar, Badung, Gianyar, dan Jembrana juga dipicu curah hujan ekstrem pada Selasa (9/9).
Selain itu, ia menyoroti masalah sampah yang menyumbat drainase. Menurutnya, kebijakan pengelolaan sampah di Bali seperti pelarangan air kemasan, pengurangan sampah dari hulu, dan pembatasan plastik sekali pakai masih menghadapi tantangan besar di lapangan.
“Kalau tidak didukung kita semua, tidak akan selesai, perlu menggerakkan semua komponen,” kata Hanif.