Jumat 28 Nov 2025 21:23 WIB

Kemenhut Soroti Dominasi Lahan Non-Hutan Pemicu Kerentanan Banjir Aceh–Sumut

Tutupan lahan non-hutan di banyak DAS dipandang memperbesar risiko banjir.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Pengendara melintasi jalan nasional Medan-Banda Aceh yang terendam banjir di Desa Peuribu, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh, Kamis (27/11/2025). Bencana banjir yang melanda 16 kabupaten/kota di Aceh selain berdampak pada ratusan ribu warga juga merusak sejumlah badan jalan dan jembatan sehingga memutuskan akses transpotasi darat.
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Pengendara melintasi jalan nasional Medan-Banda Aceh yang terendam banjir di Desa Peuribu, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh, Kamis (27/11/2025). Bencana banjir yang melanda 16 kabupaten/kota di Aceh selain berdampak pada ratusan ribu warga juga merusak sejumlah badan jalan dan jembatan sehingga memutuskan akses transpotasi darat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyatakan banjir besar yang melanda Aceh dan Sumatera Utara pada 25 sampai 27 November 2025 tidak hanya dipicu curah hujan ekstrem, tetapi juga kondisi tutupan lahan di sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang didominasi Areal Penggunaan Lain (APL). Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki mengatakan proporsi lahan non-kawasan hutan di banyak DAS membuat wilayah tersebut lebih rentan terhadap limpasan air dan sedimentasi.

Dalam penjelasannya, Rohmat menyebut seluruh wilayah DAS Geukeh di Aceh Utara merupakan APL, sementara di DAS Pasee luas APL mencapai 82,69 persen. “Di DAS Keureto itu 64 persen merupakan areal penggunaan lain,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (28/11/2025).

Baca Juga

Rohmat menjelaskan APL mencakup pertanian lahan kering, perkebunan, permukiman, hingga pertambangan. Di Sumatera Utara, banjir terjadi di DAS Sibuluan, Kolang, Aek Pandan, Badiri, dan Garoga. Ia menyebut 85 persen lahan di DAS Aek Pandan tergolong APL, di DAS Badiri 80 persen, dan di DAS Garoga 77 persen.

“Sementara di DAS Kolang dan Sibuluan didominasi kawasan hutan lindung,” kata Rohmat.

photo
Sejumlah warga mengunakan perahu untuk mengevakuasi keluarganya dari banjir di Desa Peuribu, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh, Kamis (27/11/2025). - (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Kondisi serupa ditemukan di Sumatera Barat, termasuk DAS Anai, Antokan, Banda Gadang, Masang Kanan, Masang Kiri, dan Ulakan Tapis. Penggunaan lahan di enam DAS tersebut didominasi APL dengan proporsi 45 sampai 98 persen. Ia menambahkan terdapat pemegang hak atas tanah di APL yang mengantongi izin pemanfaatan kayu, namun sebagian lainnya melanggar ketentuan.

“Dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan sudah dilakukan operasi penegakan hukum terhadap pemegang hak atas tanah yang tidak mematuhi aturan, termasuk di Aceh Tengah, Solok, Mentawai, Tapanuli Selatan, dan Kepulauan Riau,” katanya.

Banjir di Aceh–Sumut dipicu curah hujan lebih dari 150 milimeter per hari yang membuat debit air melampaui kapasitas sungai. Di Aceh Utara, 3.507 warga mengungsi dan ratusan hektare sawah serta tambak terendam. Di Langkat, banjir merusak rumah dan infrastruktur, termasuk robohnya Jembatan Titi Cempedak yang memutus akses Jalan Lintas Sumatera Utara–Aceh. Sementara di Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Tapanuli Selatan, banjir bandang menewaskan 15 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement