Rabu 10 Dec 2025 18:53 WIB

Akselerasi EBT Mendesak untuk Redam Dampak Perubahan Iklim

Perubahan iklim kini semakin terasa akibat meningkatnya suhu global.

Rep: M. Nursyamsyi/ Red: Satria K Yudha
Ekonom Fadhil Hasan (kanan) menyampaikan paparan saat Panel Discussion III: EBT Mulai Hari Ini! Skenario Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Foto: Prayogi/Republika
Ekonom Fadhil Hasan (kanan) menyampaikan paparan saat Panel Discussion III: EBT Mulai Hari Ini! Skenario Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (10/12/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat energi Fadhil Hasan menegaskan percepatan adopsi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia merupakan kebutuhan mendesak untuk mengendalikan pemanasan global. Ia menjelaskan, baterai sejatinya adalah salah satu bentuk EBT yang kini berkembang pesat, di tengah berlimpahnya sumber energi bersih seperti surya, angin, air, dan biomassa di Indonesia. 

"Sebenarnya EBT itu banyak di Indonesia potensinya, dan juga sudah sebagian dimanfaatkan, mulai dari surya, angin, air hingga tebu," ujar Fadhil dalam acara Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 bertajuk "Energi yang Kuat adalah Energi yang Menjaga Bumi" di Pos Bloc, Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Baca Juga

Menurut Fadhil, perubahan iklim kini semakin terasa akibat meningkatnya suhu global, termasuk di Indonesia. Ia mencontohkan munculnya siklon tropis Senyar dua pekan lalu yang disebut sebagai fenomena cuaca ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

"Saya kira (banjir Sumatera) sebabnya itu karena adanya perubahan iklim dan pemanasan global. Nah ini kalau tidak dikendalikan, dunia itu akan menghadapi kiamat," sambung dia. 

Ia menjelaskan seluruh negara telah sepakat menekan laju pemanasan global melalui perjanjian Paris pada 2015. Target dunia adalah menjaga kenaikan suhu tetap di bawah 1,5 derajat celcius. 

"Salah satu caranya kita mengendalikan pemanasan global itu melalui pemanfaatan EBT," ucap Fadhil.

Fadhil menambahkan penggunaan energi fosil harus terus dikurangi karena menghasilkan CO2 yang memperparah pemanasan global. Indonesia, kata Fadhil, memiliki modal kuat untuk menjadi pemain utama energi bersih. Sumber daya surya yang tersedia sepanjang tahun, potensi angin yang luas, energi air, biomassa dari sawit yang bisa menghasilkan biodiesel dan SAF, serta etanol dari tebu, menjadi fondasi besar menuju transisi energi nasional. “Indonesia, Alhamdulillah memiliki potensi sangat besar dalam pengembangan sumber EBT," ucapnya. 

Fadhil menyampaikan pemerintah juga telah menetapkan target penggunaan EBT yang cukup progresif. Pada 2030 ditetapkan 19–23 persen, 2040 sebesar 36–40 persen, 2050 sebesar 53–55 persen, dan 2060 sebesar 70–72 persen. 

"Kalau kita bisa mencapai pemakaian EBT pada 2060 itu sudah 72 persen, maka kita sudah menjadi negara yang memiliki zero emission," lanjut Fadhil.

Fadhil memaparkan tiga pilar utama dalam pengembangan EBT yang harus diperkuat yakni penciptaan pasar domestik, penguatan kapabilitas industri, serta reformasi regulasi dan insentif. ia menyoroti masih terbaliknya arah subsidi energi nasional. 

"Subsidi energi fosil seperti bensin dan solar masih jauh lebih besar. Anggaran subsidinya Rp385 triliun, sementara EBT hanya Rp37,5 triliun. Jadi di sini ada yang salah arah," sambung Fadhil.

Fadhil menilai, subsidi seharusnya diberikan kepada EBT agar dapat bersaing dengan energi fosil. Ia juga mendorong generasi muda untuk aktif mengawal perubahan kebijakan energi nasional. 

"Generasi muda harus bisa mendorong agar kebijakan ini bisa berubah secara bertahap," lanjutnya. 

Ia menambahkan momentum saat ini sangat strategis karena adanya komitmen kuat dari Presiden Prabowo dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk mempercepat pengembangan energi bersih. 

"Kita harus bisa mendorong bagaimana agar EBT ini bisa digunakan sehingga kita bisa hidup lebih nyaman di masa yang akan datang," kata Fadhil.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement