Kamis 11 Dec 2025 16:11 WIB

Kemenhut dan Bareskrim Polri Ungkap Hasil Forensik Kayu Gelondongan Banjir Sumut, Ini Hasilnya

Tim gabungan melakukan penyisiran, pengukuran, dan pengambilan sampel.

Penampakan tumpukan batang kayu gelondongan memenuhi Sungai Garoga di Tapanuli Selatan, Sabtu (6/12/2025). Banjir bandang di Sungai Garoga membawa tumpukan kayu dalam jumlah besar. Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, menjadi salah satu daerah paling parah terdampak bencana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sebagian besar rumah warga di desa itu luluh lantak dan hanya menyisakan hamparan tanah lumpur setelah diterjang banjir bandang dan longsor.
Foto: Edwin Putranto/Republika
Penampakan tumpukan batang kayu gelondongan memenuhi Sungai Garoga di Tapanuli Selatan, Sabtu (6/12/2025). Banjir bandang di Sungai Garoga membawa tumpukan kayu dalam jumlah besar. Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, menjadi salah satu daerah paling parah terdampak bencana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sebagian besar rumah warga di desa itu luluh lantak dan hanya menyisakan hamparan tanah lumpur setelah diterjang banjir bandang dan longsor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Bareskrim Polri memaparkan temuan awal hasil identifikasi forensik terhadap kayu gelondongan yang terbawa banjir bandang di Garoga, Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Tim gabungan turun langsung ke lapangan melakukan penyisiran, pengukuran, dan pengambilan sampel kayu di sepanjang aliran sungai dan jembatan yang terdampak banjir dan longsor.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Kemenhut menyatakan bahwa masifnya alih fungsi lahan di Sumatera Barat, Aceh, dan Sumatera Utara menjadi salah satu faktor yang memperparah bencana banjir pada akhir November lalu.

Baca Juga

Kasubdit Perencanaan Pengelolaan DAS Ditjen PDASRH Kemenhut, Catur Basuki Setyawan, menjelaskan bahwa banjir di Sumatera Utara melanda 13 DAS yang tersebar di 11 kabupaten/kota. Pada periode 2019–2024, wilayah ini mengalami perubahan tutupan lahan hutan seluas 9.424 hektare, dengan 36,4 persen terjadi di dalam kawasan hutan dan 63,6 persen di luar kawasan.

Ia menambahkan, perubahan tutupan di DAS Garoga, yaitu perubahan tutupan lahan hutan menjadi nonhutan seluas 28.885 hektare. “Di kawasan hutan hanya sekitar 0,4 persen, sementara di luar kawasan hutan mencapai sekurang-kurangnya 99 persen. Ini khusus untuk DAS Garoga,” kata Catur dalam siaran pers, Kamis (11/12/2025).

Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Kemenhut, Yandi Irawan Sutisna, mengungkapkan bahwa tim telah mengumpulkan 43 sampel kayu dari berbagai titik terdampak, di antaranya Jembatan Garoga 1, Jembatan Garoga 2, serta beberapa lokasi di kilometer 4, 6, dan 8 di sepanjang aliran Sungai Garoga.

Di Jembatan Garoga 1, tim mengidentifikasi 18 sampel dari 10 jenis pohon. Sementara itu, di Jembatan Garoga 2 ditemukan 7 sampel dari 6 jenis pohon, termasuk nyatoh, bayur, karet, puspa, dan durian. Material kayu tersebut terbawa arus deras dan menumpuk di titik-titik penyempitan aliran sungai, terutama di sekitar jembatan, sehingga memperbesar tekanan air dan memperburuk dampak banjir bandang yang melanda permukiman warga.

“Hingga kini sudah teridentifikasi 15 jenis pohon. Tujuh jenis lainnya masih kami bawa ke laboratorium untuk pemeriksaan lanjutan. Sebagian besar merupakan pohon karet, meranti, dan durian, jenis tanaman yang umumnya tidak tumbuh di hutan alam,” ujar Yandi.

Dia mengatakan, setiap sampel diteliti dan dipastikan apakah  berasal dari tebangan, runtuhan, atau tumbang akibat longsor. “Ada yang jelas bekas potongan mesin, ada pula yang tercabut bersama akarnya,” tambahnya.

Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi BPDAS Asahan Barumun, Kristo Damanik, menjelaskan bahwa DAS Garoga memiliki karakteristik hulu–hilir yang sangat pendek, hanya sekitar 58 kilometer.

“Dengan karakter sungai seperti ini, material dari hulu dapat bergerak cepat menuju hilir. Inilah sebabnya kayu dalam jumlah besar tersapu dan menumpuk di Jembatan Garoga 2, meningkatkan tekanan air dan memperparah dampak banjir,” ujarnya.

Selain itu, tim Kemenhut dan Bareskrim juga menemukan area bukaan lahan dengan kemiringan curam serta sejumlah alat berat yang kini telah diamankan untuk memastikan apakah terdapat indikasi pembukaan lahan yang tidak sesuai ketentuan.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol Moh. Irhamni, menegaskan bahwa penyidik telah memasang garis polisi di sejumlah titik penting sepanjang aliran Sungai Garoga dan melakukan pengambilan sampel lanjutan. “Dua jembatan sudah diperiksa, dan seluruh area signifikan telah diberi  police line,” jelas Irhamni.

Kemenhut memastikan akan terus memberikan dukungan data teknis, hasil identifikasi sampel kayu, analisis DAS, serta dokumen pendukung lainnya untuk memastikan proses penegakan hukum berjalan objektif, profesional, dan berbasis bukti ilmiah. Pemerintah menyatakan bakal l menindak tegas setiap pelanggaran pengelolaan hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan membahayakan keselamatan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement