Rabu 27 Sep 2023 18:27 WIB

Pemanasan Global Ubah Banyak Orang Jadi Pemabuk dan Pengguna Narkoba, Kok Bisa?

Ilmuwan temukan korelasi antara suhu panas dengan kebiasaan mabuk dan narkoba.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Peneliti temukan hubungan antara pemanasan global dan kebiasaan mabuk hingga penggunaan narkoba.
Foto: www.freepik.com
Peneliti temukan hubungan antara pemanasan global dan kebiasaan mabuk hingga penggunaan narkoba.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru menemukan bahwa pemanasan global dan peningkatan suhu dapat meningkatkan prevalensi penyalahgunaan narkoba. Para ilmuwan di New York telah menemukan korelasi penting antara suhu yang lebih tinggi dan peningkatan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit terkait penggunaan narkoba dan alkohol di negara bagian AS tersebut.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Communications Medicine ini, merupakan penelitian pertama yang menyelidiki hubungan antara cuaca dan penyalahgunaan narkoba. Selama beberapa dekade terakhir, telah terjadi peningkatan tren minum alkohol secara episodik dan kematian akibat alkohol di Amerika Serikat, terutama di kalangan orang dewasa paruh baya dan lanjut usia. Kematian akibat overdosis obat juga telah melonjak, meningkat lebih dari lima kali lipat sejak awal abad ke-21.

Baca Juga

Untuk memahami hubungan antara penggunaan narkoba termasuk alkohol, ganja, kokain, opioid, dan obat penenang, dengan kenaikan suhu, sebuah tim dari University of Columbia mempelajari hubungan antara penerimaan pasien di rumah sakit yang terkait dengan penggunaan narkoba dan suhu. Mereka menganalisis data dari 671.625 kunjungan rumah sakit terkait alkohol dan 721.469 kunjungan rumah sakit terkait narkoba di New York selama dua dekade. Data ini disandingkan dengan catatan ekstensif tentang suhu harian dan kelembapan relatif.

Dengan membandingkan hari-hari bersuhu tinggi dengan hari-hari yang lebih dingin di dekatnya, tim peneliti berharap dapat melihat pengaruh peristiwa iklim jangka pendek seperti gelombang panas. Mereka menemukan bahwa kunjungan ke rumah sakit yang berhubungan dengan alkohol memang meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Alasan potensial untuk hal ini dapat mencakup lebih banyak aktivitas di luar ruangan, peningkatan dehidrasi karena berkeringat, peningkatan konsumsi selama cuaca cerah, dan bahkan kasus mengemudi dalam keadaan mabuk.

Dalam gangguan yang berhubungan dengan obat, pola yang sama muncul, tetapi hanya sampai suhu 18,8 derajat celcius. Para peneliti percaya bahwa setelah mencapai ambang batas suhu tertentu, individu mungkin akan lebih cenderung keluar rumah. Mereka juga menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat mempelajari bagaimana kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya dapat memperburuk penggunaan narkoba bersamaan dengan suhu yang lebih tinggi.

"Kami melihat bahwa selama periode suhu yang lebih tinggi, ada peningkatan yang sesuai dalam kunjungan rumah sakit yang terkait dengan alkohol dan penggunaan narkoba, yang juga membawa perhatian pada beberapa konsekuensi potensial yang kurang jelas dari perubahan iklim," kata peneliti pertama Robbie M Parks, asisten profesor ilmu kesehatan lingkungan di Columbia Public Health, seperti dilansir Study Finds, Rabu (27/9/2023).

Dr Parks dan rekan-rekannya juga percaya bahwa penelitian mereka mungkin meremehkan hubungan antara kenaikan suhu dan gangguan zat. Karenanya, penelitian di masa depan mungkin akan mengkorelasikan kasus kematian dengan catatan masuk rumah sakit untuk memberikan pandangan yang lebih komprehensif tentang lintasan medis pasien.

Sementara itu, para penulis menyarankan para pejabat kesehatan masyarakat untuk memulai kampanye kesadaran tentang bahaya penggunaan narkoba selama suhu tinggi. Temuan ini juga dapat memandu kebijakan di masa depan, dengan fokus pada membantu masyarakat yang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba dan alkohol selama periode cuaca panas.

"Intervensi kesehatan masyarakat yang secara luas menargetkan alkohol dan gangguan zat dalam cuaca yang lebih hangat, misalnya pesan yang ditargetkan tentang risiko konsumsi mereka selama cuaca yang lebih hangat, harus menjadi prioritas kesehatan masyarakat," kata penulis senior Marianthi-Anna Kioumourtzoglou, asisten profesor ilmu kesehatan lingkungan di Columbia Public Health.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement