REPUBLIKA.CO.ID, PORTLAND -- Para peneliti di National Oceanic and Atmospheric Administration meneliti lebih dari 100 spesies mamalia laut Amerika dan menemukan lebih dari 70 persen dari spesies tersebut rentan terhadap ancaman. Kerentanan itu seperti hilangnya habitat dan makanan, karena dampak pemanasan air. Dampaknya juga mencakup hilangnya oksigen terlarut dan perubahan kimia laut.
Dampak perubahan iklim membuat ikan paus, lumba-lumba, dan anjing laut yang hidup di perairan AS, dilaporkan kesulitan mendapatkan makanan di habitatnya sendiri. Sejumlah hewan itu menghadapi ancaman besar dari pemanasan suhu laut, kenaikan permukaan laut, dan penurunan volume es laut yang terkait dengan perubahan iklim.
Para ilmuwan menemukan bahwa spesies paus besar seperti paus bungkuk dan paus sikat Atlantik Utara termasuk yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Risiko tinggi juga dihadapi paus bergigi serta lumba-lumba.
Matthew Lettrich, ahli biologi dan penulis utama dari jurnal PLUS ONE, mengatakan, AS harus beradaptasi dengan perubahan iklim tentang cara melindungi hewan-hewan yang rentan.
“Seiring dengan perubahan iklim, kita sudah melihat beberapa dampaknya, dan beberapa populasi mamalia laut kita lebih rentan terhadap perubahan tersebut dibandingkan populasi lainnya,” kata kata Lettrich, seperti dilansir dari LA Times, Ahad (8/10/2023).
Dalam penelitian tersebut, para peneliti mempelajari mamalia laut yang hidup di bagian barat Samudra Atlantik Utara, Teluk Meksiko, dan Laut Karibia. Hewan-hewan tersebut dikelola oleh Dinas Perikanan Laut Nasional, badan pemerintah federal yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan perlindungan sumber daya kelautan.
Para ilmuwan mengamati tingkat paparan hewan terhadap perubahan iklim dan sensitivitas serta kapasitas untuk beradaptasi terhadapnya. Mereka menemukan 72 persen di antaranya sangat rentan terhadap perubahan iklim, dengan kurang dari setengahnya masuk dalam kategori "sangat tinggi".
Pemanasan laut merugikan mamalia laut karena mengubah kemampuan mereka dalam mencari makanan dan mengurangi jumlah habitat yang sesuai. Namun, para ilmuwan mengatakan, perubahan suhu dan kimia laut juga dapat mengubah transmisi suara.
Hal ini dapat memengaruhi ekolokasi mirip sonar yang digunakan mamalia laut, seperti lumba-lumba, untuk berkomunikasi dan berburu. Perubahan iklim harus dipertimbangkan untuk mengelola spesies secara memadai.
"Studi ini penting karena merupakan studi pertama yang melihat secara luas mamalia laut AS dan berupaya memprediksi ketahanan mereka terhadap perubahan iklim," kata Regina Asmutis-Silvia, ahli biologi di Whale and Dolphin Conservation yang berbasis di Massachusetts.
Dia mengatakan, AS adalah salah satu negara yang paling kaya akan data dalam hal mamalia laut. Data tersebut seharusnya mendorong undang-undang yang bisa dibilang paling kuat di dunia untuk melindungi mamalia laut.
"Namun, data tidak ada artinya tanpa kemauan politik untuk menerapkan langkah-langkah pengelolaan," kata dia.