Kamis 14 Dec 2023 07:55 WIB

Keberpihakan Capres-Cawapres Terhadap Isu Iklim Kian Disorot, Publik Diimbau tidak Tertipu

Publik diminta lebih kritis melihat solusi iklim yang ditawarkan Capres-Cawapres.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Keberpihakan Capres-Cawapres terhadap solusi perubahan iklim dan transisi energi kian disorot, di tengah cuaca ekstrem dan polusi udara.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Keberpihakan Capres-Cawapres terhadap solusi perubahan iklim dan transisi energi kian disorot, di tengah cuaca ekstrem dan polusi udara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberpihakan Capres-Cawapres terhadap solusi perubahan iklim dan transisi energi kian disorot. Hal ini terjadi di tengah polusi udara dan cuaca ekstrem yang kian mengkhawatirkan. 

Menurut pengamatan organisasi aktivis lingkungan 350.org, semua capres yang berkontestasi di Pemilu 2024 masih berpeluang untuk membelokan agenda transisi energi untuk mempertahankan penggunaan energi fosil.

Baca Juga

“Itu sangat mungkin terjadi, apalagi bila publik melihat lingkaran utama para capres yang belum bebas dari pemilik modal yang bergerak di industri energi fosil. Peluang untuk membelokan agenda transisi energi itu semakin terbuka lebar, bila ada salah satu Capres yang justru memiliki bisnis di energi fosil,” kata Interim Indonesia Team Lead 350.org, Firdaus Cahyadi, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/12/2023).

Secara umum, Firdaus mengatakan, semua capres memang sepakat untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT). Namun, jika dibedah lagi, semua capres belum tentu berkomitmen untuk melanjutkan transisi energi menuju penggunaan energi terbarukan.

Selain itu, penyatuan istilah energi baru dan terbarukan dalam EBT bisa jadi adalah awal dari penyesatan informasi. Menurut Firdaus, istilah energi baru belum tentu terbarukan, karena energi baru bisa bersumber dari gasifikasi batu bara atau berbagai bentuk turunan dari energi fosil lainnya.

“Jadi bila para capres berjanji akan mengembangkan EBT, bisa jadi yang akan mereka kembangkan adalah batu bara dalam bentuk cair dan gas, bukan energi terbarukan,” kata Firdaus.

Untuk itu, Firdaus meminta agar publik sebagai pemegang kedaulatan rakyat, untuk tidak tinggal diam dan tertipu dengan jargon-jargon transisi energi masing-masing capres. Publik juga dituntut untuk mulai menganalisa seberapa besar dana kampanye masing-masing capres yang berasal dari akumulasi laba energi fosil.

“Jika para capres itu serius akan melaksanakan agenda transisi energi bila terpilih menjadi presiden, mereka tidak akan takut membuka informasi terkait sumbangan para pemilik modal dari industri fosil,” kata Firdaus menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement