REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asian Development Bank (ADB) menyetujui pinjaman senilai 500 juta dolar AS untuk memperkuat program Indonesia dalam mengurangi sampah plastik di laut.
"ADB senang dapat bermitra dengan Indonesia untuk mengurangi sampah laut dan sekaligus mempromosikan pengembangan ekonomi biru," kata Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga di Jakarta, kemarin.
Meskipun Pakta Plastik Dunia (Global Plastic Treaty), prakarsa internasional yang dirancang untuk mengatasi polusi plastik melalui kesepakatan yang mengikat secara hukum, saat ini masih dinegosiasikan, program tersebut akan fokus untuk mendukung Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut Indonesia yang bertujuan mengurangi aliran sampah plastik ke lautan hingga 70 persen pada 2025.
Jiro menuturkan wilayah pesisir Indonesia, yang dihuni 70 persen dari populasinya, merupakan wilayah yang sangat penting untuk pariwisata kelautan dan perikanan, yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian. Namun, polusi plastik yang tidak terkendali menimbulkan ancaman serius terhadap ekosistem kelautan, yang menimbulkan kerusakan 450 juta dolar AS setiap tahunnya dan mengancam pendapatan dari pariwisata yang nilainya mencapai 3 miliar dolar AS.
Sampah plastik di jalan air meningkatkan risiko banjir dan merusak industri perikanan serta mata pencaharian masyarakat. Polusi plastik mengancam kesehatan manusia melalui kontaminasi rantai pangan, terutama bagi rumah tangga berpenghasilan rendah.
Pada 2018, pemerintah berkomitmen mengurangi 70 persen sampah plastik di laut pada 2025, melalui pengumpulan, pemrosesan, daur ulang, dan pemanfaatan kembali limbah padat, yang dilaksanakan melalui Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut. Sampai dengan akhir 2022, telah terjadi penurunan 35 persen dari tingkat pada 2018, yang menunjukkan kemajuan baik, tetapi sekaligus memperlihatkan perlunya mempercepat reformasi untuk mencapai target 70 persen.
ADB akan mendukung rencana aksi dengan meningkatkan pengelolaan limbah plastik, mengurangi produksi dan konsumsi plastik yang bermasalah, serta memperkuat data dan perangkat pemantauan untuk pembuatan kebijakan.
Menurut Jiro, keberadaan sampah plastik yang banyak di laut tidak hanya membahayakan mata pencaharian di daerah pesisir, tetapi juga mengurangi ketangguhan iklim secara keseluruhan.
"ADB tetap tegas mendukung Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut Indonesia, dengan menargetkan pengelolaan secara holistik berbagai faktor yang berkontribusi pada pembuangan plastik ke laut," ujarnya.
Program pengurangan sampah laut menargetkan tiga bidang utama, yakni menangani pengelolaan limbah di hilir, melaksanakan intervensi di hulu untuk mengurangi produksi limbah plastik, dan mendukung elemen penting yang diperlukan bagi keberhasilan reformasi secara keseluruhan.
Program tersebut dikembangkan di bawah Poros Pembiayaan Biru Asia Tenggara (Blue Southeast Asia Finance Hub), program sampah laut pertama yang didukung oleh ADB. Program itu meneruskan pekerjaan operasional dan pengetahuan ADB di Indonesia.
ADB berkomitmen mencapai Asia dan Pasifik yang makmur, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan, serta terus melanjutkan upayanya memberantas kemiskinan ekstrem. Didirikan pada 1966, ADB dimiliki oleh 68 anggota, yang mana 49 anggota di antaranya berada1 di kawasan Asia dan Pasifik.