Rabu 21 Aug 2024 07:45 WIB

Butuh Data Akurat Atasi Polusi Udara

Saat ini terdapat 120 sensor NAFAS yang tersebar di Jakarta.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Suasana Monas yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Suasana Monas yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO dan salah satu pendiri perusahaan rintisan NAFAS, Nathan Roestandy, mengatakan masalah polusi udara merupakan isu yang sangat kompleks. Dibutuhkan data yang akurat untuk mengatasi masalah polusi udara.

Ia menjelaskan polusi udara merupakan masalah semua negara yang sedang berkembang atau menjalani industrialisasi yang sangat besar. "Tidak bisa pemerintah semena-mena menghentikan operasi semua pembangkit listrik tenaga batu bara atau melarang semua mobil yang bukan kendaraan listrik," kata Nathan dalam media briefing bersama DBS Bank, Selasa (20/8/2024).

Baca Juga

Atas alasan itu, NAFAS membuat aplikasi pengukur kualitas udara dengan misi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap udara yang mereka hirup. Nathan mengatakan NAFAS berada di tahap pertama upaya mengatasi masalah polusi udara.

Ia menganalogikan masalah polusi udara seperti orang sakit. Hal pertama yang dilakukan saat berkunjung ke dokter adalah melakukan pemeriksaan. Sebab, dokter harus mengetahui gejala, penyebab, dan bagaimana mengobati sebuah penyakit.

Ia menceritakan, saat memulai NAFAS, pemerintah sama sekali tidak memiliki agenda dan pembahasan untuk mengatasi masalah polusi udara. Namun ketika masalah polusi udara mencuat ke permukaan tahun lalu, NAFAS menjadi banyak bahan perbincangan.

Tangkapan layar data yang ditunjukkan NAFAS di aplikasinya viral. Saat itu juga muncul berita Presiden Jokowo Widodo sakit akibat polusi udara dan kemudian mengumpulkan menteri-menterinya untuk mulai mengatasi polusi udara.

"Dari sini NAFAS yang awalnya kurang disukai mulai diajak untuk bekerja sama. Makanya sekarang kami bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi," kata Nathan.

Nathan mengatakan data yang dikumpulkan NAFAS juga sudah digunakan berbagai penelitian ilmiah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ia mengatakan sudah dua penelitian yang dipublikasikan di jurnal ilmiah yang menggunakan data NAFAS.

"Dalam enam sampai 12 bulan ini akan ada penelitian-penelitian lain yang lebih besar, jadi tidak bisa kami melempar isu langsung disambut baik, tapi langkah pertama itu memang sangat-sangat penting dan diperlukan, dan sekarang dorongan dan peran masyarakat sangat besar," katanya.

Saat ini terdapat 120 sensor NAFAS yang tersebar di Jakarta. Nathan mengatakan sensor-sensor itu dapat menangkap data berbagai partikel udara hingga setengah sampai 1 kilometer. Salah satu data yang ditangkap adalah partikel kecil PM 2,5.

Nathan mengatakan PM2,5 sangat kecil hingga dapat masuk ke dalam saluran darah dan paru-paru yang menyebabkan masalah kesehatan. Nathan mengatakan data yang digunakan Nafas sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pada awal 2024, NAFAS mendapatkan dana hibah dari DBS Foundation yang salah satunya digunakan untuk pemasangan alat sensor kualitas udara di kantor cabang Bank DBS Indonesia. VP Communications DBS Indonesia Riany Agustina mengatakan dana hibah ke NAFASsalah satu komitmen DBS Indonesia untuk melakukan program-program keberlanjutan.

Rainy mengatakan data-data yang diambil dari sensor-sensor yang dipasang di cabang-cabang DBS Bank akan diolah untuk melakukan dua penelitian yang fokus meningkatkan kesadaran pada polusi udara. "Kami ingin membantu komunitas dan ekosistem di antara kami untuk menjadi lebih baik, juga membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik sehingga kami bisa mendukung asas-asas keberlanjutan," kata Rainy.

Ia mengatakan DBS Indonesia memiliki tiga pilar keberlanjutan untuk mewujudkan visi-misinya. Pertama, Perbankan yang bertanggung jawab. DBS Indonesia memberikan produk dan layanan yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan menjalankan bisnis kami dengan cara yang adil dan bertanggung jawab.

Kedua praktik bisnis yang bertanggung jawab. DBS Indonesia menjalankan bisnis berdasarkan asas-asas keberlanjutan. Pilar ketiga, menciptakan dampak sosial, yaitu DBS Indonesia membuat dampak yang lebih besar lagi dari solusi atau produk-produk perbankan.

Rainy mengatakan salah satu cara menciptakan dampak pada komunitas dan masyarakat adalah DBS Foundation. Ia menjelaskan setiap tahunnya DBS Foundation memberikan dana hibah bagi bisnis yang memiliki dampak positif seperti NAFAS yang merupakan penerima dana hibah DBS Foundation pada tahun 2023.

"Ini adalah program tahunan yang memang kami tujukan untuk selalu membantu bisnis-bisnis yang memiliki dampak, agar mereka bisa memperbesar bisnis mereka dan memperbesar dampak, dimana kami selalu memberikan dana hibah setiap tahunnya," kata Rainy.

Rainy mengatakan DBS Foundation sedang membuka pengajuan dana hibah bagi bisnis sosial dan Usaha-Kecil-Menengah-Sosial (UKMS) yang memiliki visi yang sama dengan DBS untuk menciptakan dampak yang lebih besar.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement