Selasa 17 Sep 2024 16:00 WIB

Pengamat Ungkap Dampak Mengerikan Jika Indonesia tak Beralih ke Energi Bersih

Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Petugas PLN ketika mengecek kesiapan Gardu Induk bertegangan 150 kilovolt (kV) PLTA Jatigede di Sumedang, Jawa Barat.
Foto:

Indonesia memiliki potensi besar dalam energi bersih, dengan data dari International Renewable Energy Agency (IRENA) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menunjukkan potensi 6.900 gigawatt energi terbarukan.

"Itu berarti 50 kali lipat dari kapasitas listrik bersih yang ada saat ini, dan sebagian dari itu bisa diekspor," tambahnya. Ia juga menyinggung potensi ekspor energi listrik ke Singapura dan Kuala Lumpur, di mana sudah ada rencana pengembangan jaringan listrik lintas negara.

Namun, menurut Berly, meskipun investasi awal energi terbarukan mahal, manfaat jangka panjangnya sangat besar bagi Indonesia. Ia menyayangkan rencana Australia yang berupaya menjual listrik ke Singapura dengan jaringan kabel yang melewati Laut Indonesia. "Mengapa bukan kita yang menjual listrik? Sumatra, khususnya di Bengkulu dan Padang, memiliki potensi matahari yang besar dan dekat dengan Singapura," ujarnya.

Selain sektor energi, transisi ke energi terbarukan juga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru, baik bagi tenaga kerja terampil maupun yang kurang terampil, terutama di sektor konstruksi. Ia juga menyebutkan industri harus menyesuaikan lokasi mereka dengan sumber energi terbarukan, yang tersebar di berbagai daerah seperti Jambi, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi.

Namun, Berly mengingatkan untuk memastikan keberhasilan transisi energi ini, perlu adanya pembangunan infrastruktur yang memadai, termasuk jaringan listrik yang terintegrasi. Ia menekankan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin bersifat intermittent, atau tidak tersedia setiap saat. Oleh karena itu, diperlukan teknologi penyimpanan energi, seperti sistem pemompaan air, untuk memastikan pasokan listrik yang stabil.

Berly juga menyinggung potensi energi ombak dan panas bumi di Indonesia, meskipun saat ini biaya produksinya masih tergolong mahal. "Geothermal memiliki potensi 23 gigawatt di Indonesia, namun tantangannya adalah biaya investasi yang masih tinggi," ungkapnya.

Di sisi lain, ia menekankan pentingnya komitmen pemerintah untuk mendukung investasi jangka panjang di sektor energi terbarukan. Menurutnya, meskipun investasi awal mungkin terasa mahal, keuntungan yang akan didapatkan dalam 10 hingga 20 tahun ke depan jauh lebih besar dan bermanfaat bagi negara.

“Kita membutuhkan kebijakan yang berjangka panjang. Jangan hanya berpikir soal biaya awal yang mahal. Jika kita berpikir 10-20 tahun ke depan, transisi ini justru sangat baik bagi Indonesia," katanya.

Dengan potensi besar energi terbarukan dan dukungan kebijakan yang tepat, Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam pasar energi bersih global, sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin mengancam masa depan Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement