Kamis 21 Nov 2024 15:39 WIB

COP29 tak Kunjung Sepakati Pendanaan Iklim

Dokumen terbaru menunjukkan masih banyak persoalan yang belum diputuskan.

Rep: Lintat Satria/ Red: Satria K Yudha
Jurnalis menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29, Senin (11/11/2024), di Baku, Azerbaijan.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Jurnalis menghadiri Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29, Senin (11/11/2024), di Baku, Azerbaijan.

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Badan Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) merilis opsi-opsi terbaru negosiasi yang dilakukan di Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) untuk menyepakati berapa kontribusi yang harus diberikan negara kaya untuk membantu negara berkembang menghadapi perubahan iklim. Negosiasi yang digelar di Baku, Azerbaijan berjalan lambat.

Rancangan terbaru teks negosiasi ini dirilis beberapa jam lebih lambat dari jadwal. Sekitar 48 jam sebelum pertemuan ini ditutup.

Baca Juga

COP29 akan resmi ditutup pada Jumat (22/11/2024). Tetapi, dokumen terbaru menunjukkan masih banyak persoalan yang belum diputuskan seperti berapa dana yang akan diinvestasikan setiap tahun, siapa yang berkontribusi dan berapa banyak.

"Kami masih sangat jauh dari garis finis, teks pendanaan baru menunjukkan dua titik ujung ekstrem tanpa banyak hal yang dapat dijembatani," kata pakar diplomasi iklim lembaga think-tank Asia Society Policy Institute, Li Shou, Kamis (21/11/2024).

Pekan lalu, para ekonom mengatakan negara-negara berkembang membutuhkan 1 triliun dolar AS untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta melaksanakan transisi energi. Sebelum COP29 digelar tuan rumah dan Presidensi COP29, Azerbaijan merilisi teks rancangan kesepakatan setebal 21 halaman.

Dokumen teks rancangan kesepakatan terbaru hanya 10 halaman. Menghilangkan sebagian besar opsi tetapi, merangkum perbedaan posisi antara negara-negara maju dan berkembang yang sudah terbangun sebelum pertemuan digelar.

Negara berkembang ingin memastikan dana iklim berbentuk hibah atau setara hibah. Lalu sebagai bentuk penghormatan pada pendonor potensial seperti Cina yang statusnya masih negara berkembang di perjanjian PBB, kontribusi dari negara berkembang tidak resmi masuk ke target pendanaan.

Sementara, negara-negara kaya ingin memperluas sumber pendanaan. Tidak hanya hibah dari negara-negara kaya, tapi kontribusi dari pihak-pihak lain juga masuk dalam target pendanaan.

Masing-masing, baik negara-negara berkembang maupun negara-negara kaya tidak mengungkapkan jumlah yang harus diinvestasikan setiap tahun. Sehingga total angkanya ditulis "X."

“Yang paling penting, teks tersebut tidak mencantumkan angka yang mendefinisikan skala pendanaan iklim di masa depan, sebuah prasyarat untuk negosiasi dengan iktikad baik,” tambah Li.

Hal ini mungkin tidak mengherankan karena negara-negara pendonor, termasuk negara-negara di Uni Eropa, mengatakan  mereka menginginkan kejelasan lebih lanjut mengenai struktur dan basis kontributor sebelum mendiskusikan secara terbuka berapa kontribusi mereka pada pendanaan iklim.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement