Selasa 03 Dec 2024 12:43 WIB

Sidang Perubahan Iklim, Australia Dituduh Merugikan Negara-Negara Pasifik

Sidang ini berawal dari advokasi sekelompok mahasiswa hukum.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Aksi iklim (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Aksi iklim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Di sidang dengar pendapat perubahan iklim di Mahkamah Internasional (ICJ), Australia dituduh merugikan negara-negara tetangganya. Tuduhan ini mencuat setelah Australia mengatakan negara-negara emisi tinggi tidak berkewajiban mengambil tindakan dalam mengatasi krisis iklim selain yang sudah ditetapkan di Perjanjian Paris 2015.

Vanuatu yang mendorong sidang ini ke ICJ, mewakili sejumlah negara Pasifik dan negara berkembang termasuk Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, menegaskan negara-negara maju memiliki tanggung jawab hukum untuk mengatasi perubahan iklim dan membantu negara berkembang menghadapinya, di luar yang sudah ditetapkan kerangka PBB. Kasus ini tidak menyebutkan negara tertentu yang didefinisikan sebagai negara penghasil emisi tinggi.

Sidang ini berawal dari advokasi sekelompok mahasiswa hukum di Pasifik yang akhirnya mengarah pada resolusi Majelis Sidang PBB yang memerintahkan ICJ memberikan pendapat konsultatif mengenai kewajiban negara-negara untuk mengatasi perubahan iklim dan konsekuensi hukum bila tidak melakukannya.

Utusan Khusus bidang Perubahan Iklim dan Lingkungan Vanuatu Ralph Regenvanu mengatakan tanggung jawab krisis iklim terletak pada "sejumlah negara yang sudah teridentifikasi." Negara-negara itu, katanya, menghasilkan gas emisi rumah kaca lebih banyak dari yang lainnya tapi paling sedikit terdampak pada kenaikan permukaan laut dan peristiwa cuaca ekstrem.

Dalam pembelaan lisannya, pemerintah Australia mengatakan mereka “berkomitmen penuh” terhadap Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Perjanjian Paris, yang menetapkan target suhu bumi tidak di atas 1,5 derajat Celsius dari masa pra-industri. Target ini tidak mengikat secara hukum.

Di sidang itu, penasihat umum jaksa agung Australia, Jesse Clarke, mengatakan negaranya memuji kepemimpinan Vanuatu dalam “mendorong langkah maju" upaya mengatasi krisis iklim.

"Perubahan iklim merupakan ancaman terbesar bagi mata pencarian, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat di negara-negara kepulauan kecil, termasuk negara-negara kepulauan Pasifik. Australia mengakui besarnya tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, dan mengakui bahwa tindakan individu dan kolektif yang ambisius harus segera dilakukan," kata Clarke seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (3/12/2024).

Namun Dewan Umum Greenpeace Australia Katrina Bullock mengatakan apa yang disampaikan Australia "benar-benar merugikan negara-negara tetangganya di Pasifik" dan posisinya "cacat."

“UNFCCC dan Perjanjian Paris dibuat untuk melindungi manusia, bukan untuk melindungi negara seperti Australia dari akuntabilitas. Kepatuhan terhadap perjanjian-perjanjian ini memang diperlukan, tetapi tidak cukup untuk melindungi hak asasi manusia dan lingkungan," kata Bullock.

Bullock mengatakan Pertemuan Perubahan Iklim PBB, COP, hanya memberi ruang bagi negara-negara maju untuk mengambil keputusan tidak menghasilkan ambisi yang dibutuhkan untuk menjaga iklim yang aman bagi umat manusia dan lingkungan. "Ketika negosiasi politik gagal, pengadilan tidak boleh gagal," katanya.

Direktur strategis Australia Institute, Leanne Minshull, mengatakan permintaan majelis umum PBB agar ICJ memberikan pendapatnya mengenai kewajiban iklim negara-negara menunjukkan sejumlah besar negara tidak puas dengan perjanjian multilateral yang ada.

“Mendengarkan pembelaan lisan dari Australia, dan rujukannya yang konsisten terhadap perjanjian multilateral yang ada, rasanya seolah-olah mereka mengatakan kepada pengadilan 'santai saja, kami sudah mengendalikannya',” ujarnya.

Mishull mengatakan dampak perubahan iklim tidak hanya dirasakan warga kepulauan Pasifik yang melihat negara mereka tenggelam perlahan-lahan tapi juga warga Australia yang menghadapi krisis biaya hidup yang dipicu perubahan iklim.

“Sebagai warga Australia, saya ingin mendengar pemerintah kami mengajukan kasus yang mencari solusi global daripada mengandalkan kecanggihan untuk membatasi kewajiban hukum kami terhadap diri kami sendiri dan orang lain," tambahnya.

Sidang ICJ berlangsung selama dua pekan, dengan keputusan yang diperkirakan akan keluar tahun depan. Pendapat ICJ tidak mengikat, namun para ahli mengatakan penilaian mereka dalam kasus ini akan dirujuk sebagai dokumen otoritatif dalam litigasi iklim di masa depan dan selama negosiasi iklim internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement