REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Ratusan peneliti di Amerika Serikat terpaksa diberhentikan akibat pemangkasan anggaran dan pembatalan proyek federal oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Kebijakan tersebut dinilai melemahkan upaya dekarbonisasi dan adaptasi perubahan iklim, sekaligus menghantam sektor penelitian ilmiah dan pendidikan tinggi.
Laboratorium Energi Terbarukan Nasional (NREL), yang berada di bawah Departemen Energi AS, mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap 114 pegawai, sekitar 3 persen dari total tenaga kerja mereka. Lembaga ini dikenal sebagai pusat riset untuk teknologi energi bersih, seperti tenaga angin dan surya.
“NREL tetap berkomitmen pada misinya untuk mewujudkan masa depan energi yang aman dan terjangkau. Kami berterima kasih atas dedikasi staf yang telah memajukan laboratorium ini,” tulis pernyataan resmi NREL, Selasa (6/5/2025).
Mereka menyebut pemangkasan dilakukan akibat pengurangan dana federal, pembatalan proyek, dan perubahan arah kebijakan nasional.
Pemberhentian terjadi saat Gedung Putih mendorong pemangkasan besar-besaran terhadap kantor Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan (EERE) yang merupakan pengawas NREL dalam rancangan anggaran yang memangkas hingga 2,6 miliar dolar AS. Pemangkasan ini selaras dengan prioritas Trump yang ingin meningkatkan eksplorasi bahan bakar fosil dan menjauhi teknologi energi bersih.
Tak hanya lembaga pemerintah, universitas pun terdampak. Columbia University di New York memberhentikan hampir 180 peneliti yang bergantung pada hibah dan kontrak dari pemerintah federal.
Langkah itu diambil setelah pada Maret lalu ketika pemerintahan Trump membatalkan pendanaan senilai 400 juta dolar AS untuk kampus tersebut, dengan alasan dugaan “tindakan anti-Semit” di lingkungan kampus.
“Kami harus membuat keputusan sulit. Hari ini, hampir 180 kolega kami akan menerima pemberitahuan pemutusan atau tidak diperpanjang kontraknya,” tulis pejabat kampus dalam surat terbuka.
Columbia menyebut total dana federal yang dihentikan mencapai 5 miliar dolar AS, sebagian besar untuk layanan kesehatan dan penelitian ilmiah. Namun angka ini belum dapat diverifikasi secara independen. Pemerintah juga disebut mengancam menahan miliaran dolar AS tambahan atas dugaan diskriminasi yang belum terbukti secara hukum.