REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Yayasan Indonesia Cerah menemukan sektor perbankan masih enggan mengalihkan pembiayaan dari energi fosil ke energi terbarukan. Beberapa penyebabnya karena hambatan regulasi, minimnya insentif, dan persepsi risiko jangka panjang.
Temuan ini berdasarkan survei terhadap para pakar dan opinion maker di sektor keuangan dan perbankan yang dilakukan lembaga tersebut. Direktur Eksekutif Cerah, Agung Budiono, mengatakan hasil survei terhadap para pakar dan pelaku sektor keuangan ini menyoroti lemahnya peran bank dalam mendorong pembiayaan berkelanjutan di Indonesia. “Ada beberapa tantangan yang terungkap dari survei ini dan penting untuk kita sampaikan kepada pengambil kebijakan,” ujar Agung, Kamis (30/10/2025).
Menurut Agung, tantangan utama terletak pada belum adanya kebijakan pembiayaan yang mendorong orientasi keberlanjutan. Selain itu, bank juga membutuhkan insentif agar memiliki alasan ekonomi yang kuat untuk menyalurkan kredit ke proyek energi terbarukan.
“Para expert menilai bank masih melihat aspek risiko atau loss avoidance dibandingkan potensi keuntungan jangka panjang. Jadi, bank masih berhati-hati terhadap potensi kerugian ketimbang melihat peluang manfaat ekonomi di masa depan.”
Cerah menilai, tiga hambatan tersebut perlu dijawab melalui kebijakan yang lebih progresif, termasuk mitigasi risiko dan reformasi kebijakan internal perbankan.
Agung memaparkan, hasil riset yang dilakukan bersama sejumlah mitra menunjukkan bahwa sepanjang 2021–2024, lima institusi perbankan besar di Indonesia, yaitu empat di antaranya bank BUMN (Himbara) dan satu bank swasta nasional, masih menyalurkan pembiayaan besar ke sektor batu bara dengan total nilai mencapai Rp92 triliun.
“Kalau dari angka OJK, kredit ke sektor pertambangan pada 2024 mencapai sekitar Rp500 triliun, sementara untuk energi terbarukan hanya Rp55. Porsinya memang masih sangat kecil.”
Menurut Agung, berbagai faktor seperti regulasi yang belum berpihak, persepsi risiko internal, dan hambatan institusional membuat perbankan belum agresif mendukung pembiayaan transisi energi. Ia berharap hasil survei ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi regulator dan industri keuangan untuk mempercepat langkah menuju ekonomi rendah karbon.