Rabu 07 May 2025 17:19 WIB

UNICEF: Perubahan Iklim Memperburuk Malnutrisi di Asia

Perubahan iklim juga merusak sistem pangan.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Malnutrisi (ilustrasi).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Malnutrisi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Penasihat bidang Nutrisi UNICEF untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik, Roland Kupka memperingatkan perubahan iklim memperburuk malnutrisi di Asia. Ia mengatakan anak-anak menjadi kelompok yang paling terbebani dari semakin rentannya sistem pangan dan kesehatan.

Kupka mengatakan meski pembangunan di kawasan tumbuh pesat, tapi masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan nutrisi yang cukup. "Perubahan iklim memberi tekanan pada sistem kesehatan, itu akan meningkatkan prevalensi infeksi yang akan menguras nutrisi penting di tubuh anak-anak," kata Kupka seperti dikutip dari Channel News Asia, Rabu (7/5/2025).  

Di saat yang sama, perubahan iklim juga merusak sistem pangan, sehingga kualitas dan kuantitas pangan juga akan semakin berkurang. "Dan itu semua memperjelas, sangat sulit membicarakan aksi iklim tanpa menempatkan anak-anak dan nutrisi anak-anak, sebagai pusatnya," katanya.  

Kupka menekankan krisis nutrisi di Asia menjadi semakin genting. Sebab, terdapat 19 juta anak-anak yang mengalami "malnutrisi kronis."

Kupka menjelaskan malnutrisi didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk berfungsi dengan nutrisi yang diterima. Hal ini dapat berdampak sangat besar pada pertumbuhan otak dan fisik anak-anak.

"Kami juga melihat kekurangan vitamin dan mineral masih sangat biasa, dan di saat yang sama, kami melihat semakin banyak anak yang kelebihan berat badan, jadi saya pikir, apa yang perlu kami pastikan adalah bagaimana anak-anak dapat mengakses diet yang tepat," katanya.

"(Bagaimana anak-anak mendapatkan) layanan yang tepat dan praktik yang tepat dan kami membantu pemerintah untuk menerapkan kebijakan dan program yang tepat untuk mengatasi bentuk-bentuk malnutrisi ini," katanya.

Kupka mengatakan, tantangan terbesar adalah mendapat pendanaan untuk program-program mengatasi malnutrisi. Ia mencatat perlu adanya "mekanisme" untuk mengetahui kebutuhan pendanaan dan insentif untuk produk bernutrisi.

Contohnya seperti UNICEF yang memperkenal Child Nutrition Fund untuk mempercepat pengembangan kebijakan dan program berkelanjutan dan pengiriman pasokan untuk mengakhiri kekurangan gizi. "Kami merasa adanya harapan nyata untuk mengatasi malnutrisi di kawasan ini, serta di kawasan lain," katanya.

Ia juga mendorong pemerintah-pemerintah untuk mengambil langkah yang lebih besar untuk mengatasi kesenjangan nutrisi di Asia. Ia mencatat peran pemerintah sangat penting untuk memastikan efektivitas program. "Saya pikir tugas pemerintah adalah mengawasi hak-hak rakyat mereka, untuk menerapkan kebijakan-kebijakan dan program-program," kata Kupka.

Ia menegaskan pemerintah tidak bisa bergerak sendiri. Menurutnya, lembaga filantropis dapat mengisi kekosongan yang tidak dapat diisi pemerintah.  "(Filantropis) memiliki kebebasan, kecepatan, kelincahan untuk mencoba hal baru, model baru yang kemudian dapat digunakan pemerintah nantinya," katanya.

Kupka mengatakan Asia dapat membangun ketahanan perubahan iklim dan ketahanan pangan dengan menghindari kesalahan yang pernah dilakukan kawasan lain. Termasuk segera menerapkan praktik-praktik adaptasi dalam menghadapi semakin ekstremnya peristiwa cuaca-cuaca iklim.

"Kami dapat menggabungkan praktik adaptasi ini dengan pencarian kawasan terhadap inovasi, dan memimpin seluruh dunia dalam aksi iklim, serta bidang lain seperti nutrisi anak," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement