REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia menempati peringkat ketiga dunia dalam daftar negara penghasil emisi metana dari sektor pertambangan batu bara. Temuan ini diungkap dalam laporan terbaru Global Methane Tracker yang dirilis Badan Energi Internasional (IEA).
IEA mencatat bahwa pada 2024, tambang batu bara di Indonesia melepaskan 2,4 juta ton metana ke atmosfer. Jumlah ini setara dengan dampak iklim dari 198 juta ton karbon dioksida—sekitar 26 persen lebih besar dari emisi seluruh sektor transportasi Indonesia pada tahun 2019.
Dalam pernyataannya pada Rabu (7/5/2025), lembaga riset energi dan iklim Ember menyoroti perbedaan signifikan antara angka temuan IEA dan data resmi Indonesia yang diserahkan ke UNFCCC pada 2019, yakni hanya 0,1 juta ton. Perbedaan ini dinilai sebagai indikasi lemahnya pelaporan emisi metana nasional.
“Badan Energi Internasional menempatkan Indonesia sebagai penghasil emisi metana tambang batu bara terbesar ketiga, setelah Tiongkok dan Rusia. Emisi yang dilaporkan sangat kecil dibandingkan kenyataannya, dengan intensitas metana 12,5 kali lebih tinggi dari faktor emisi yang digunakan pemerintah,” ujar Analis Iklim dan Energi Ember Indonesia, Dody Setiawan.
Menurut Dody, Indonesia perlu segera mengukur emisi tambang batu bara secara akurat dan mengembangkan faktor emisi spesifik untuk tiap wilayah. Ia juga menyoroti bahwa metode estimasi yang digunakan pemerintah saat ini sudah usang dan tidak mencerminkan kondisi lapangan.
Ember mendesak Indonesia untuk meningkatkan sistem pemantauan emisi metana sebagai bagian dari komitmen terhadap Global Methane Pledge. Dengan data yang lebih akurat, perusahaan tambang juga bisa melaporkan emisinya secara transparan dan menerapkan langkah mitigasi yang tepat.
IEA dalam laporannya menekankan bahwa tidak dibutuhkan teknologi canggih untuk memangkas emisi metana secara signifikan. Langkah pengurangan bisa dilakukan segera dengan biaya yang relatif rendah.
IEA juga mengingatkan bahwa metana bertanggung jawab atas sekitar 30 persen peningkatan suhu global sejak era industri. Karena hanya bertahan sekitar 12 tahun di atmosfer—dibandingkan karbon dioksida yang bisa bertahan berabad-abad—penurunan emisi metana bisa berdampak cepat dalam menghambat pemanasan global.
Selain itu, metana juga memicu terbentuknya ozon di lapisan troposfer, yang merupakan polutan berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Ini berbeda dari ozon di stratosfer yang justru melindungi bumi dari radiasi ultraviolet.