Senin 19 May 2025 15:50 WIB

Indonesia Butuh Rp 52 Ribu Triliun untuk Danai Pembangunan Berkelanjutan

Pembiayaan inovatif dirancang bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Foto: Bappenas
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

REPUBLIKA.CO.ID, OSAKA — Indonesia membutuhkan dana jumbo sekitar 3,17 triliun dolar AS atau sekitar Rp 52 ribu triliun (asumsi kurs Rp 16.433 per dolar AS) untuk mendanai pembangunan berkelanjutan dalam lima tahun ke depan. Kebutuhan investasi masif ini disampaikan Deputi Bidang Pembiayaan dan Investasi Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, Putut Hari Satyaka, dalam forum “Innovative Financing: Unlocking Opportunities For Sustainable Development” di Pavilion Indonesia, Osaka Expo.

“Angka ini mencerminkan skala ambisi pembangunan Indonesia menuju negara maju yang adil, makmur, dan berkelanjutan,” kata Putut dalam dalam kegiatan yang dipantau daring, Senin (19/5/2025).

Baca Juga

Kebutuhan pendanaan ini akan difokuskan untuk mendukung berbagai prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Target utama meliputi peningkatan pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita menjadi 8.000 dolar AS pertumbuhan ekonomi 8 persen, dan penurunan kemiskinan di bawah 5 persen dari posisi saat ini 8,57 persen.

Putut menegaskan bahwa lebih dari 86 persen dari total kebutuhan investasi itu diharapkan berasal dari sektor swasta, baik domestik maupun asing. Pemerintah hanya menyumbang sekitar 7 persen, sedangkan BUMN 6 persen.

“Investasi sebesar ini tak mungkin bergantung pada APBN saja. Kami butuh pendekatan pembiayaan yang inovatif dan kolaboratif,” ujar Putut.

Ia menyebutkan sektor infrastruktur menjadi penyerap dana terbesar, yakni sekitar 660 miliar dolar AS (sekitar Rp 10.560 triliun), mencakup transportasi, energi, air bersih, TIK, hingga perumahan dan sanitasi. Investasi juga dibutuhkan dalam hilirisasi industri, pertanian, kelautan, pariwisata, dan layanan dasar seperti rumah sakit dan sekolah.

Untuk mempercepat realisasi, pemerintah telah menyiapkan berbagai skema pembiayaan inovatif seperti land value capture, konsesi terbatas, kemitraan pemerintah dan badan usaha (KPBU), blended financing, serta pembiayaan yang mendukung SDGs. Pemerintah juga membentuk Danantara, sovereign wealth fund baru Indonesia.

“Kami ingin menciptakan iklim investasi yang transparan dan kondusif, dengan pipeline proyek yang siap dibiayai,” ucap Putut.

Pemerintah juga menyiapkan dukungan konkret bagi investor, antara lain viability gap fund, jaminan proyek, fasilitas pengembangan proyek, serta kemudahan izin melalui sistem OSS (Online Single Submission).

Putut menekankan bahwa kebijakan pembiayaan inovatif ini tidak hanya dirancang untuk mengejar target pertumbuhan, tetapi juga untuk menciptakan pembangunan yang merata dan tahan terhadap guncangan global.

“Ini adalah era baru pembangunan Indonesia, di mana kolaborasi, keberlanjutan, dan inovasi menjadi kunci,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement