Rabu 28 May 2025 09:00 WIB

RUPTL Terbaru Buka Peluang Transisi dari Batu Bara ke Energi Terbarukan

Transisi energi membantu perusahaan menghadapi risiko finansial.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Warga memeriksa panel surya yang terpasang di atap rumahnya di Dusun Repok Teres, Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, NTB, Sabtu (8/2/2025). Warga setempat menggunakan panel surya sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan untuk menyalakan lampu yang dapat menjadi solusi khususnya di daerah terpencil dan pedalaman yang masih mengalami kesulitan listrik.
Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Warga memeriksa panel surya yang terpasang di atap rumahnya di Dusun Repok Teres, Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, NTB, Sabtu (8/2/2025). Warga setempat menggunakan panel surya sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan untuk menyalakan lampu yang dapat menjadi solusi khususnya di daerah terpencil dan pedalaman yang masih mengalami kesulitan listrik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, yang diproyeksikan menjadi arah baru bagi transisi energi Indonesia. Dalam rencana ini, permintaan listrik nasional diperkirakan melonjak 67 persen dalam satu dekade, dari 306 TWh pada 2024 menjadi 511 TWh pada 2034.

Untuk memenuhi lonjakan tersebut, PLN menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW), dengan mayoritas berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). Porsi EBT dalam pembangkit baru mencapai 61 persen, mencakup 17,1 GW tenaga surya, 11,7 GW tenaga air, 7,2 GW tenaga angin, 5,2 GW panas bumi, dan 0,9 GW bioenergi.

Baca Juga

RUPTL juga mencakup pengembangan penyimpanan energi hingga 10,3 GW, sebagai bagian dari strategi integrasi sistem kelistrikan berbasis EBT.

“Dengan permintaan listrik yang terus meningkat dan pelarangan pembangunan PLTU baru, pengadaan dan pembangunan proyek EBT yang tepat waktu sangat krusial untuk menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Analis Senior Iklim dan Energi dari lembaga think tank Ember, Dody Setiawan, Selasa (27/5/2025).

Menurut Dody, implementasi penuh dari rencana ini akan membutuhkan investasi sebesar 182 miliar dolar AS, mencakup pembangunan pembangkit dan ekspansi jaringan transmisi.

Selain dampak lingkungan, RUPTL ini juga berpotensi menciptakan lebih dari 836 ribu lapangan kerja, mayoritas termasuk kategori pekerjaan hijau.

“Pencapaian target infrastruktur energi terbarukan membutuhkan investasi besar dan tenaga kerja terampil. Ini merupakan peluang strategis bagi konglomerat energi dan institusi keuangan untuk mulai mendiversifikasi portofolio dan beralih dari bisnis fosil,” lanjutnya.

Ia menekankan bahwa pergeseran ini bukan hanya penting untuk mengurangi emisi, tetapi juga relevan secara ekonomi.

“Transisi energi membantu perusahaan menghadapi risiko finansial dan regulasi dari ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang kian tidak stabil,” kata Dody.

Ember mencatat, investasi proyek energi terbarukan di tiga provinsi penghasil batu bara saja dapat menciptakan hampir 100 ribu lapangan kerja baru yang membuka jalan bagi transformasi ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement