Rabu 23 Jul 2025 15:48 WIB

Indonesia Dinilai Perlu Tingkatkan Target Energi Terbarukan

Sektor energi yang menyumbang sekitar 55 persen dari total emisi nasional.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Suasana PLTP Blawan Ijen di Bondowoso, Jawa Timur, milik Medco Energi, yang operasionalnya telah diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto, Kamis (26/6/2025).
Foto: Satria Kartika Yudha/Republika
Suasana PLTP Blawan Ijen di Bondowoso, Jawa Timur, milik Medco Energi, yang operasionalnya telah diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto, Kamis (26/6/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai target bauran energi terbarukan sebesar 27 hingga 33 persen pada 2035 dalam rancangan Second Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia belum cukup ambisius. Target tersebut dianggap belum sejalan dengan upaya global untuk membatasi kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celsius.

Koordinator Kebijakan Iklim IESR, Delima Ramadhani, menyatakan sektor energi yang menyumbang sekitar 55 persen dari total emisi nasional perlu mendapat perhatian lebih serius.

Baca Juga

Pemerintah saat ini menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca hingga 43 persen pada 2030 dan 60 persen pada 2035. Namun, bauran energi bersih yang dirancang masih tertinggal dibandingkan banyak negara lain yang sudah menetapkan target di atas 50 persen.

“Target 27 sampai 33 persen pada 2035 ini belum mencerminkan ambisi tertinggi yang selaras dengan batas 1,5 derajat Celsius Perjanjian Paris,” kata Delima, Rabu (23/7/2025).

Menurutnya, potensi energi terbarukan Indonesia sangat besar, terutama tenaga surya. Namun hal itu belum tercermin dalam dokumen perencanaan nasional.

Ia merujuk pada analisis Climate Action Tracker (CAT) yang menyarankan agar bauran energi terbarukan Indonesia ditingkatkan menjadi 55 sampai 80 persen pada 2030 agar sejalan dengan trajektori 1,5 derajat Celsius.

Delima juga menekankan pentingnya komitmen tegas dalam dokumen NDC untuk mendukung transisi energi rendah karbon. Komitmen tersebut perlu mencakup penghentian produksi bahan bakar fosil, penghapusan subsidi energi fosil, dan pelarangan pembukaan tambang baru.

“Untuk sejalan dengan ambang batas 1,5 derajat Celsius, CAT menilai Indonesia perlu menghentikan operasi PLTU batubara pada 2040, dengan target interim yang jelas. Draft Second NDC sayangnya hanya memuat term reduced coal consumption yang belum mencerminkan komitmen yang kuat,” ujar Delima.

Ia juga menyoroti pentingnya memastikan transisi energi yang adil dan inklusif. Pemerintah dinilai perlu menyusun rencana transformasi ekonomi jangka menengah dan panjang yang mencakup diversifikasi sektor ekonomi, penguatan infrastruktur publik, jaminan sosial, serta program ketenagakerjaan untuk mendukung komunitas rentan yang terdampak oleh penurunan industri fosil maupun proyek energi terbarukan berskala besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement