Rabu 23 Jul 2025 17:42 WIB

Karhutla Bermunculan, Patroli Terpadu dan Modifikasi Cuaca Digencarkan

Terdapat 854 titik panas sepanjang 1 Januari hingga 22 Juli 2025.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Warga berupaya memadamkan api dengan ranting pohon, saat terjadinya kebakaran lahan di Nagari Sulik Aia, Solok, Sumatera Barat, Sabtu (19/7/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Warga berupaya memadamkan api dengan ranting pohon, saat terjadinya kebakaran lahan di Nagari Sulik Aia, Solok, Sumatera Barat, Sabtu (19/7/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Kehutanan mencatat luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia mencapai sekitar 4.500 hektare sepanjang 1 Januari hingga 31 Mei 2025. Berdasarkan temuan di lapangan dan citra satelit, kebakaran yang terjadi di Riau dan wilayah lainnya umumnya disebabkan oleh aktivitas pembakaran yang dilakukan manusia.

“Faktor kebakaran hutan itu manusia (antropogenik), ditambah dengan cuaca yang sangat panas,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Lukita Awang, Rabu (23/7/2025).

Baca Juga

Data satelit Terra-Aqua milik NASA mencatat 854 titik panas sepanjang 1 Januari hingga 22 Juli 2025. Setiap titik yang terdeteksi kemudian diperiksa langsung ke lapangan sebelum dilakukan pemadaman oleh Manggala Agni bersama instansi terkait.

Khusus di Riau, teridentifikasi 180 titik api dalam periode yang sama. Kabupaten Rokan Hilir tercatat sebagai wilayah dengan jumlah titik api tertinggi, yakni mencapai 106 titik.

Di wilayah Sumatra, Kementerian Kehutanan mengerahkan 998 personel Manggala Agni yang ditempatkan pada 17 Daerah Operasional (Daops) dan 12 Pondok Kerja. Untuk Riau, terdapat empat Daops yakni Daops Dumai sebanyak 62 personel, Daops Pekanbaru 44 personel, Daops Rengat 61 personel, dan Daops Siak 61 personel.

Untuk mendukung pemadaman di Rokan Hilir, delapan regu Manggala Agni atau sekitar 120 personel telah dikerahkan. Lima regu berasal dari Riau, sementara tiga lainnya didatangkan dari Jambi dan Sumatera Selatan.

“Penyebab kebakaran saya kira untuk negara-negara tropis begitu, tidak hanya Indonesia. Termasuk di ASEAN, penyebab utama karhutla adalah antropogenik, dari faktor manusia,” kata Kepala Subdirektorat Hutan, Israr Albar.

Israr mengutip hasil penelitian pakar forensik kebakaran hutan, Profesor Bambang Hero Saharjo, yang menyebut 99 hingga 100 persen kebakaran lahan gambut di Indonesia disebabkan oleh aktivitas manusia. Ia menambahkan, saat ini Indonesia masih berada dalam kondisi kemarau basah.

“Kita juga bisa memonitor dari BMKG bahwa tahun ini, kalau kita lihat dari indikator, apakah itu ENSO (El Nino-Southern Oscillation) ataupun Indian Ocean Dipole (IOD) masih di bawah 0,5 ya, jadi masih netral,” ujar Israr.

Dengan kondisi cuaca yang relatif netral, Israr menyebut aktivitas manusia menjadi penyebab paling mungkin dari maraknya karhutla di Riau. Pemerintah, menurutnya, telah menjalankan berbagai upaya pencegahan.

Salah satunya adalah patroli pencegahan karhutla yang digelar di 804 posko desa, baik melalui patroli mandiri oleh Manggala Agni maupun patroli terpadu yang melibatkan POLRI, TNI, dan Masyarakat Peduli Api (MPA). Kementerian juga terus melakukan kampanye pencegahan karhutla, baik secara langsung maupun melalui media.

Langkah lainnya adalah pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk membasahi areal gambut dan menurunkan risiko kebakaran. Sepanjang 2025, Kementerian Kehutanan bersama pihak terkait telah menyebarkan bahan semai ke awan potensial di Provinsi Riau sebanyak 12.600 kilogram NaCl, Jambi 16.900 kilogram NaCl, dan Sumatera Selatan 4.800 kilogram NaCl.

Pemberdayaan masyarakat juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang. Kementerian mendorong pembentukan dan penguatan kelompok MPA di tingkat tapak untuk memperluas partisipasi warga dalam pengendalian kebakaran hutan.

Guna memperkuat sinergi antarinstansi, pemerintah juga telah meluncurkan Forum Koordinasi Desk Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan yang diketuai oleh Menko Polhukam sejak 13 Maret 2025.

“Langkah-langkah ini menjadi bukti konkret bahwa penegakan hukum kehutanan tidak hanya soal penindakan, tetapi juga pemulihan, pencegahan, dan edukasi. Kami mengajak semua pihak untuk ikut serta menjaga kelestarian sumber daya hutan demi masa depan yang berkelanjutan,” kata Lukita Awang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement