Selasa 17 Jun 2025 15:44 WIB

Industri Tahu di Sidoarjo Cemari Lingkungan, KLH Temukan Dioksin Berbahaya

Praktik ini harus segera dihentikan karena berbahaya bagi lingkungan.

Industri tahu rumahan (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Andry Denisah
Industri tahu rumahan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memperingatkan bahaya penggunaan sampah plastik sebagai bahan bakar oleh pelaku industri tahu di Sidoarjo, Jawa Timur. Praktik tersebut dinilai berdampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.

“Ini adalah masalah serius yang harus kita perhatikan bersama. Pencemaran ini tidak hanya mencemari lingkungan sekitar pabrik, tetapi menyebabkan pencemaran yang lebih luas sehingga kesehatan masyarakat bisa terganggu,” kata Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara KLH, Nixon Pakpahan, dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (17/6/2025).

KLH bersama Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) telah memberikan peringatan tegas kepada pelaku industri tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo, yang terbukti menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar dalam proses produksi.

Menurut Nixon, pembakaran plastik pada suhu rendah dan tanpa sistem kontrol emisi yang memadai menghasilkan senyawa berbahaya seperti dioksin dan furan.

Kedua zat tersebut tergolong Persistent Organic Pollutants (POPs) yang sangat toksik, bersifat karsinogenik, dan dapat terakumulasi dalam rantai makanan maupun lingkungan dalam jangka panjang.

Desa Tropodo merupakan sentra produksi tahu yang telah beroperasi sejak 1940-an, dan saat ini menjadi lokasi bagi sekitar 44 unit Industri Kecil dan Menengah (IKM).

Namun, mayoritas pelaku usaha masih memilih sampah plastik sebagai sumber energi karena lebih murah dan mudah didapat, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kesehatan.

Dalam pertemuan KLH dengan pelaku industri tahu pada Sabtu (14/6), disampaikan hasil kajian lingkungan yang menunjukkan pencemaran udara, air, dan tanah di wilayah tersebut berada pada tingkat mengkhawatirkan. Udara ambien dalam radius 100, 300, hingga 500 meter dari lokasi pembakaran tercatat dalam kategori Tidak Sehatmenurut Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

Emisi cerobong di sejumlah titik, termasuk di kawasan Dusun Areng-Areng, menunjukkan kadar Total Partikulat, Karbon Monoksida (CO), dan Hidrogen Fluorida (HF) yang melampaui baku mutu.

Tak hanya udara, hasil uji sampel air permukaan menunjukkan kandungan fecal coliform mencapai 3.500.000 dan total coliform 5.400.000, jauh melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Sampel tanah di Dusun Klagen juga mencatat kandungan dioksin/furan hingga 4.030 pg/g.

Zat berbahaya yang sama ditemukan pada telur ayam dan cacing tanah di sekitar lokasi, menandakan telah terjadinya bioakumulasi.

KLH menegaskan bahwa praktik ini harus segera dihentikan dan digantikan dengan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan untuk mencegah dampak jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement