REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kredibilitas janji pemangkasan emisi dari perusahaan-perusahaan teknologi raksasa mulai dipertanyakan, terutama saat mereka mendorong teknologi kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) dan pembangunan pusat data yang boros energi.
Apple, Google, dan Meta menyatakan akan berhenti membuang emisi karbon dioksida ke atmosfer pada 2030. Sementara Amazon menetapkan target serupa pada 2040. Microsoft bahkan berjanji akan menjadi "net negative" atau menarik lebih banyak karbon dari atmosfer dibandingkan yang dihasilkan, pada akhir dekade ini.
Namun, janji-janji tersebut disampaikan sebelum ledakan AI yang mengubah peta industri teknologi. Menurut para pakar, pesatnya pertumbuhan AI yang haus energi membuat komitmen perusahaan teknologi tersebut menjadi sekadar janji kosong.
“Target emisi gas rumah kaca perusahaan-perusahaan teknologi tampaknya kehilangan maknanya. Bila lonjakan konsumsi energi tidak diperiksa dan diawasi dengan baik, target-target itu tampaknya tidak mungkin tercapai,” ujar Thomas Hay, penulis utama laporan lembaga think tank Carbon Market Watch dan NewClimate Institute, seperti dikutip dari Japan Today, Sabtu (28/6/2025).
Laporan Hay menyebutkan bahwa berdasarkan analisis mendalam, integritas strategi iklim Meta, Microsoft, dan Amazon dinilai “lemah”, sementara Apple dikategorikan “moderat”. Kualitas target pemangkasan emisi Meta dan Amazon masuk kategori “sangat lemah”, Google dan Microsoft “lemah”, dan hanya Apple yang dianggap sedikit lebih baik.
Lonjakan jejak karbon lima perusahaan teknologi terbesar dunia sebagian besar berasal dari perluasan sektor AI yang membutuhkan energi besar untuk beroperasi dan dikembangkan. Konsumsi listrik berbanding lurus dengan pembuangan emisi karbon.
Laporan tersebut mengungkapkan, dalam dua hingga tiga tahun terakhir, emisi lima perusahaan teknologi itu meningkat dua kali lipat dan tiga kali lipat dibandingkan perusahaan di sektor lain.
Berdasarkan data dari lembaga telekomunikasi PBB (ITU), emisi operasional dari 200 perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia mencapai hampir 300 juta ton karbon dioksida pada 2023. Namun, bila memperhitungkan penggunaan produk dan layanan mereka oleh konsumen (downstream), jumlahnya menjadi lima kali lipat lebih besar, yaitu sekitar 1,5 miliar ton karbon dioksida.
Jika sektor teknologi informasi digolongkan sebagai sebuah negara, maka ia akan berada di urutan kelima penghasil emisi terbesar di dunia, satu peringkat di atas Brasil.
Badan Energi Internasional (IEA) mencatat, konsumsi listrik pusat data rata-rata naik 12 persen dari 2017 hingga 2024, dan diproyeksikan akan naik dua kali lipat pada 2030. Bila listriknya berasal dari sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, maka peningkatan konsumsi listrik tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap emisi.
Namun, meski terdapat rencana ambisius untuk beralih ke energi terbarukan, sebagian besar masih belum mencapai status nol-emisi.
Penelitian juga mengungkap bahwa sekitar setengah kapasitas komputasi pusat data perusahaan teknologi berasal dari subkontraktor. Sayangnya, banyak perusahaan teknologi tidak menghitung emisi dari pihak ketiga ini.
Hal serupa terjadi pada seluruh rantai pasokan infrastruktur dan peralatan, yang menyumbang setidaknya sepertiga dari jejak karbon perusahaan teknologi. “Ada banyak investasi dalam energi terbarukan, tetapi secara keseluruhan, hal itu belum mengimbangi kebutuhan sektor teknologi terhadap listrik,” kata Hay.
Laporan Hay juga menyoroti AI kini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, bahkan sebagai vektor kebijakan industri. Oleh karena itu, kecil kemungkinan pemerintah akan membatasi perluasan sektor ini. “Sejauh ini, ledakan AI sama sekali tidak diatur,” kata Hay.
Hay menambahkan, banyak hal dapat dilakukan perusahaan teknologi untuk menekan emisi. Namun, kecil kemungkinan mereka mengambil langkah-langkah yang bisa memperlambat pertumbuhan bisnis. Oleh karena itu, menurut Hay, diperlukan regulasi.
Laporan tersebut mengidentifikasi sejumlah cara yang dapat ditempuh sektor teknologi untuk menurunkan emisi tanpa mengorbankan pertumbuhan AI. Di antaranya memastikan pusat data, baik milik sendiri maupun pihak ketiga, menggunakan sumber energi terbarukan.
Selain itu, perusahaan juga dapat memperpanjang umur perangkat keras atau mendaur ulang komponen, serta merevisi metode penghitungan emisi secara menyeluruh.