REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah mewajibkan gedung-gedung dengan konsumsi energi besar untuk menerapkan manajemen energi. Kewajiban ini tertuang dalam PP No 33/2023 tentang Konservasi Energi serta Permen ESDM No. 3/2025 dan No 8/2025. Aturan tersebut menargetkan penghematan energi di ribuan bangunan komersial dan instansi pemerintah.
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mencatat ada 679 gedung komersial di Indonesia yang wajib menerapkan manajemen energi sesuai ambang batas 500 TOE. Tercatat pula 4.751 unit bangunan pemerintah dengan golongan tarif PLN P2 dan B2 yang masuk kategori wajib. Jika dijalankan, potensi efisiensi mencapai Rp2,8 triliun per tahun dan menekan emisi sekitar 1 juta ton CO2.
“Proyek SETI salah satunya ingin mendorong efisiensi energi di bangunan, yang penekanannya bukan hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan perilaku, penguatan manajemen energi, dan membangun ekosistem yang mendukung agar hasil rekomendasi bisa dijalankan secara berkelanjutan,” kata Hendra Iswahyudi, Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM, dalam keterangannya, Selasa (30/9/2025).
Tantangan utama penerapan efisiensi energi ada pada pembiayaan. Tingginya capital expenditure (CAPEX) membuat banyak pelaku usaha menengah memerlukan dukungan skala kecil. Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah menyiapkan skema Energy Savings Guarantee (ESG) melalui Energy Service Company (ESCO) serta Energy Savings Insurance (ESI) guna memitigasi risiko investasi.
“Penjaminan kinerja oleh ESCO menetralkan risiko proyek efisiensi energi, sementara asuransi kinerja membantu lembaga keuangan mengurangi risiko investasi,” ujar Hendra.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai langkah efisiensi di sektor bangunan akan memberikan dampak besar bagi penurunan emisi nasional. Bangunan tercatat sebagai pengguna energi listrik terbesar, terutama untuk pemanasan dan pendinginan.
“Peningkatan efisiensi energi melalui rancangan bangunan yang berkelanjutan, pemanfaatan energi terbarukan, serta perilaku hemat energi para penghuninya dapat memangkas emisi gas rumah kaca secara signifikan,” ujar Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa.
Sebagai bagian dari proyek Sustainable Energy Transition in Indonesia (SETI), Surabaya ditetapkan sebagai kota percontohan. Konsorsium yang melibatkan Kementerian ESDM, IESR, GIZ, WRI Indonesia, Yayasan CERAH, Fraunhofer Institute, dan LPEM UI telah melakukan studi baseline konsumsi energi di 295 bangunan sejak awal tahun dan ditargetkan rampung pada akhir September.
Kota Surabaya menunjukkan komitmen dengan mendorong penerapan konsep Bangunan Gedung Hijau (BGH). Sejumlah fasilitas publik telah memanfaatkan energi surya, termasuk kantor Bappedalitbang, sekolah, penerangan jalan umum, dan lampu lalu lintas. Terminal Intermoda Joyoboyo juga berhasil meraih peringkat Silver dari Green Building Council Indonesia pada 2020.
Regulasi konservasi energi di sektor bangunan diharapkan menekan biaya operasional sekaligus mendukung agenda dekarbonisasi nasional. Pemerintah optimistis kewajiban manajemen energi menjadi langkah strategis untuk mewujudkan kota rendah karbon dan memperkuat ketahanan energi jangka panjang.