Selasa 14 Oct 2025 12:59 WIB

Menhut Pastikan Kesiapsiagaan Karhutla Terus Berjalan Meski Operasi 2025 Resmi Berakhir

Riau dan Sumatera Selatan diketahui masih memperpanjang status siaga darurat.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ahmad Fikri Noor
Menteri Perhutanan (Menhut) Raja Juli Antoni di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/2/2025).
Foto: BPMI Setpres
Menteri Perhutanan (Menhut) Raja Juli Antoni di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tetap berlanjut meski operasi resmi pengendalian karhutla 2025 telah berakhir. Dua provinsi, Riau dan Sumatera Selatan, diketahui masih memperpanjang status siaga darurat hingga 30 November 2025.

“Tentu kami akan berkoordinasi dengan dua gubernur yang memang membuat SK-nya panjang, sampai 30 November, yaitu Riau dan Sumsel,” ujar Raja Juli usai menghadiri Ekspose Pengendalian Karhutla 2025 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (13/10/2025).

Baca Juga

Raja Juli menjelaskan, meskipun Surat Keputusan (SK) Siaga Darurat Karhutla Nasional telah dicabut, aktivitas di lapangan tetap berjalan. Sistem pemantauan Sipongi, jaringan Manggala Agni, serta aplikasi pemantau daerah seperti Lancang Kuning di Riau tetap beroperasi penuh.

“Semua tetap akan bekerja, memantau. Sipongi kita tetap nyala, jaringan Manggala Agni tetap berjalan. Di Riau juga ada aplikasi Lancang Kuning yang tetap aktif untuk memantau potensi kebakaran,” jelasnya.

Ia menegaskan, pemerintah pusat dan daerah akan menjaga kesinambungan koordinasi agar tidak ada jeda dalam penanganan di lapangan. “Kita akan berkoordinasi dengan Pak Gubernur apakah SK tersebut akan dicabut atau diperpanjang. Yang penting jangan ada gap, supaya tidak terjadi kekosongan penanganan,” ujarnya.

Menjelang tahun 2026, Raja Juli menekankan pentingnya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mitigasi karhutla. Ia mengapresiasi peran BMKG yang memberikan informasi dini tentang musim kemarau serta kondisi hidrologis lahan gambut.

“Saya kira kita memang harus percaya kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau ada yang mau pakai cara lain seperti pawang hujan atau doa bersama, itu bagian dari usaha, tapi yang paling penting adalah mengikuti instruksi dari BMKG,” ujarnya.

BMKG memprakirakan Riau akan mengalami dua periode kemarau pada 2026, dengan musim kering pertama dimulai pada Februari. Menyikapi hal ini, pemerintah berencana melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) lebih awal guna menjaga kelembapan lahan.

“Operasi modifikasi cuaca dilakukan lebih dini, ketika masih ada hujan, untuk membasahi kembali lahan gambut yang kadar airnya mulai berkurang,” tutur Raja Juli.

Sementara itu, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menilai penanganan karhutla 2025 menunjukkan hasil signifikan. Salah satu indikatornya adalah dibubarkannya Desk Penanggulangan Karhutla (Desk Karhutla) yang sebelumnya dibentuk oleh Kemenko Polhukam.

“Desk Karhutla yang dibentuk oleh Kemenko Polhukam sudah dibubarkan dua minggu lalu dan dikembalikan ke fungsi kementerian dan lembaga masing-masing,” kata Suharyanto.

Ia juga mengungkapkan, jumlah helikopter patroli dan water bombing yang dikerahkan tahun ini jauh lebih sedikit dibanding dua tahun sebelumnya. “Kami hanya mengerahkan 12 heli patroli dan 18 heli water bombing. Pada 2023–2024, jumlahnya di atas 40 unit heli patroli,” ujarnya.

Menurut Suharyanto, keputusan pembubaran Desk Karhutla dilakukan karena koordinasi antarinstansi kini lebih solid dan efektif. “Dulu Desk Karhutla dibentuk karena kejadian sangat masif, sampai membuat malu karena asap menyeberang ke negara tetangga. Tapi karena penanganannya kini sudah baik, Desk itu dibubarkan. Ke depan cukup dengan koordinasi antar kementerian dan lembaga agar bencana bisa ditangani cepat,” tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement