REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan pasar karbon harus memberikan manfaat langsung bagi komunitas lokal. Ia mendorong pemanfaatan skema seperti perhutanan sosial dan rehabilitasi lahan kritis untuk memastikan masyarakat mendapat imbal hasil nyata dari kelestarian hutan.
Pernyataan itu disampaikan dalam kegiatan High-Level Breakfast Roundtable at Sustainable Business COP30 (SBCOP) bertema Indonesia’s High-Integrity Carbon Market: Toward a Green, Resilient, and Inclusive Future di São Paulo, Brasil pada Sabtu (8/11) waktu setempat.
Raja Juli menyebut pendekatan tersebut mampu mengubah upaya perlindungan hutan menjadi aktivitas ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Pada dasarnya, hal ini mengubah tindakan melindungi hutan menjadi aktivitas ekonomi yang layak dan menguntungkan,” kata Raja melalui keterangan di Jakarta, Ahad (9/11/2025).
Raja menjelaskan skema perhutanan sosial dan program rehabilitasi lahan kritis memberi ruang bagi masyarakat untuk mengelola hutan secara berkelanjutan. Melalui skema ini, komunitas lokal dapat memperoleh penghasilan langsung dari aktivitas yang menjaga tutupan hutan.
Untuk memperkuat implementasi, Kementerian Kehutanan sedang menyiapkan empat aturan turunan guna meningkatkan tata kelola pasar karbon. Aturan tersebut meliputi revisi Permen No. 7/2023 tentang Prosedur Perdagangan Karbon di Sektor Kehutanan, Permen No. 8/2021 mengenai Zonasi Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan, Permen No. 9/2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, serta penyusunan peraturan baru terkait pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi.
Secara keseluruhan, regulasi baru ini ditujukan untuk membangun sistem pasar karbon yang transparan, kredibel, dan efektif. “Tujuan kami adalah menggerakkan hingga 7,7 miliar dolar AS setiap tahun melalui transaksi karbon, dan memastikan bahwa setiap ton emisi dapat dilacak, diverifikasi, dan dipertanggungjawabkan,” ujar Menhut.
Sementara itu, Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo menyatakan kesiapan Indonesia untuk mengembangkan pasar karbon berintegritas tinggi. Ia menegaskan Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden baru tentang Nilai Ekonomi Karbon sebagai pijakan ekosistem perdagangan karbon berskala internasional.
Hashim menjelaskan regulasi tersebut memastikan metode pengukuran yang kredibel dan transparan terhadap kontribusi iklim, sekaligus memberikan manfaat sosial dan lingkungan bagi masyarakat lokal sebagai bagian dari pencapaian SDGs. Ia juga menegaskan visi Indonesia untuk menjadi pusat pasar karbon global yang mampu memberi nilai tambah bagi ekonomi nasional.
“Sebagai pusat pasar karbon global, diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, memperkuat mata pencaharian, dan membangun komunitas peduli lingkungan yang lebih tangguh,” tutur Hashim.