Selasa 25 Nov 2025 19:23 WIB

FAO: Bioekonomi Jadi Kunci Transformasi Sistem Pangan di Asia Pasifik

FAO dorong inovasi hayati dan ekonomi sirkular sebagai strategi pangan berkelanjutan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Solusi inovatif di industri berbasis hayati, mulai dari material terbarukan, pertanian berkelanjutan hingga teknologi sirkular. (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Solusi inovatif di industri berbasis hayati, mulai dari material terbarukan, pertanian berkelanjutan hingga teknologi sirkular. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Asia dan Pasifik berada pada momentum penting untuk mendorong bioekonomi berkelanjutan guna menjawab tantangan pertumbuhan ekonomi, efisiensi sumber daya, dan perubahan iklim. Solusi inovatif di industri berbasis hayati, mulai dari material terbarukan, pertanian berkelanjutan hingga teknologi sirkular, dinilai dapat memperkuat daya saing regional dan mempercepat transformasi agripangan.

Sektor pertanian dan pangan menjadi inti bioekonomi kawasan. Karena itu, inovasi di pertanian, perikanan, kehutanan, serta solusi ekonomi sirkular dipandang sebagai kunci perubahan sistem pangan. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menempatkan bioekonomi sebagai program prioritas dalam Kerangka Strategis 2022–2031 untuk mendorong pertumbuhan inklusif dan mengurangi susut pangan.

Baca Juga

“Kawasan kami memiliki ruang lingkup yang sangat luas untuk memajukan bioekonomi,” kata Asisten Direktur Jenderal FAO untuk Asia dan Pasifik, Alue Dohong, dalam pernyataannya, Selasa (25/11/2025).

Ia menekankan pentingnya ketersediaan bahan baku berkelanjutan, kebijakan yang harmonis, serta kolaborasi pemerintah, swasta, akademisi, dan produsen. Pernyataan tersebut disampaikan pada pembukaan Forum Inovasi dan Investasi Bioekonomi Perdana 2025 (BIIF) yang digelar selama tiga hari di Bangkok.

Ajang ini dihadiri hampir 600 peserta dari berbagai kementerian, kedutaan, investor, lembaga riset, startup, dan masyarakat sipil. Forum menjadi wadah berbagi solusi untuk mengurangi pemborosan pangan serta memperkuat praktik agripangan berkelanjutan.

Wakil Sekretaris Tetap Kementerian Pertanian Thailand, Tatsanee Muangkaew, menegaskan komitmen negaranya pada Model Ekonomi Bio-Sirkular-Hijau (BCG) dan model BCG pertanian. Pendekatan ini dinilai mampu meningkatkan produktivitas, standar, dan pendapatan sektor pertanian melalui praktik berkelanjutan.

Sesi jejaring bisnis menjadi salah satu sorotan, mempertemukan lebih dari 50 pelaku industri dan startup dengan investor serta pembuat kebijakan. Forum menghadirkan 56 pembicara yang membahas pemanfaatan sumber daya ramah lingkungan untuk mempercepat penerapan bioekonomi kawasan. “Kemitraan hayati adalah pesan utama,” kata Duta Besar Bangladesh untuk Thailand, Faiyaz Murshid Kazi.

Forum juga membahas pembentukan simpul regional Kemitraan Bioekonomi untuk Transformasi Berkelanjutan (BEST), wadah multipihak global untuk mempercepat implementasi inovasi bioekonomi. Hasilnya akan disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bioekonomi Global di Irlandia tahun depan. Inisiatif ini mendukung agenda G20 untuk meningkatkan koherensi kebijakan dan kerja sama multilateral.

“Forum ini diharapkan memperkuat kemitraan pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan investor,” ujar Duta Besar Filipina untuk Thailand, Millicent Cruz Paredes. Senada, pejabat FAO, Lev Neretin, menegaskan perlunya aksi kolektif untuk membangun sistem bioekonomi inklusif di kawasan.

BIIF diselenggarakan FAO bersama 18 mitra internasional, termasuk lembaga PBB, ASEAN, universitas, dan berbagai lembaga pengembangan bioekonomi kawasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement