Kamis 04 Dec 2025 15:38 WIB

DPR Singgung HGU dalam Omnibus Law Biang Kerok Kerusakan Hutan Sumatera

Ketentuan dalam Omnibus Law memberi masa izin hingga puluhan tahun.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Seorang pekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Kamis (30/10/2025).
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Seorang pekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Kamis (30/10/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR Endang Setyawati Thohari menilai bencana banjir bandang di Sumatera telah menghancurkan hampir seluruh hasil pertanian warga. Ia meminta pemerintah bergerak cepat melakukan penanganan awal.

“Bencana ini mengenaskan karena semua produk pertanian habis,” ujar Endang saat diskusi publik bertajuk Outlook Sektor Pertanian 2026: Strategi Mewujudkan Kemandirian Pangan Nasional di Restoran Tjikinii Lima, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Baca Juga

Endang menyampaikan pemerintah telah mengambil langkah tepat dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terdampak. Ia mengatakan, setelah tahap darurat, pemerintah dapat mulai menangani kebutuhan tempat tinggal dan mendata kerusakan lahan pertanian.

“Langkah pertama pemerintah harus menerjunkan tim untuk pangan, sandang, dan perumahan, sebelum memikirkan lahan pertanian yang hilang,” ucap Endang.

Ia menyebut Komisi IV DPR akan memanggil Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dalam rapat dengar pendapat (RDP) siang ini untuk meminta penjelasan terkait kerusakan hutan yang menjadi penyebab utama bencana di Sumatera.

“Kita juga akan mensosialisasikan ini akibat dari hutan-hutan yang dibabat habis. Jadi, kita juga akan mendorong kalau perlu tidak ada lagi HGU,” lanjutnya.

Menurut Endang, aturan hak guna usaha yang berlaku saat ini justru berdampak negatif terhadap pengelolaan lahan. Ia menyoroti ketentuan dalam Omnibus Law yang memberi masa izin hingga puluhan tahun.

“HGU kita ini sangat menjebak. Jadi, ada hak guna usaha lahan-lahan itu sampai 90 tahun. Dan itu peraturan di Omnibus Law. Nah, kita harus perbaiki lagi,” ujarnya.

Endang juga mendorong pemerintah menyediakan alat dan mesin pertanian (alsintan) bagi wilayah terdampak. Ia mengusulkan adanya bengkel untuk memperbaiki peralatan yang rusak akibat bencana. “Kementerian Pertanian sudah menyalurkan banyak alat, tetapi sekarang banyak yang hilang atau rusak sehingga perlu alat baru dan bengkel perbaikan,” kata Endang.

Ia menambahkan perlunya pemetaan ulang daerah surplus dan daerah terdampak untuk memastikan distribusi pangan tetap terjaga. Menurutnya, kerusakan besar membuat pasokan harus dihitung kembali.

“Kita harus petakan lagi daerah yang surplus dan yang terkena bencana karena sekarang kondisinya tergerus semua,” ujarnya.

DPR juga mendorong penyesuaian regulasi APBN dalam menghadapi dampak bencana. Endang menilai perlu adanya fleksibilitas anggaran khusus untuk kondisi darurat serta perbedaan musim tanam di berbagai wilayah.

“Selama ini APBN selalu dipatok sampai Desember, padahal harus ada alokasi khusus untuk bencana dan musim tanam yang tidak seragam,” ucapnya.

Ia menegaskan pentingnya pendekatan berbasis zona agroekologi dalam perencanaan anggaran. Menurutnya, penyeragaman justru menghambat efektivitas program. “Saya pernah mengusulkan pemetaan agro ecological zone agar alokasi keuangan disesuaikan, karena sekarang semuanya distandarisasi Desember habis,” kata Endang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement