Selasa 23 Jan 2024 12:15 WIB

Perubahan Iklim Sebabkan Pendudukan Bangladesh Berisiko Tinggi Terkena Kanker

Krisis kesehatan parah terjadi di Bangladesh akibat perubahan iklim.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Masyarakat yang tinggal di dataran banjir sungai (ilustrasi).
Foto: AP Photo/Altaf Qadri
Masyarakat yang tinggal di dataran banjir sungai (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim akan membuat puluhan juta orang di Bangladesh berisiko tinggi terkena kanker akibat air sumur yang terkontaminasi. Hal ini merujuk pada sebuah studi terbaru yang dilakukan para peneliti dari Norwich University.

Kenaikan permukaan air laut, banjir yang tidak dapat diprediksi, dan cuaca ekstrem yang disebabkan oleh iklim yang memanas akan mempercepat pelepasan tingkat arsenik yang berbahaya ke dalam air minum di negara tersebut. Akibatnya, dapat meningkatkan krisis kesehatan masyarakat yang telah mencengkeram negara tersebut, di mana jutaan orang menderita kanker kulit, kandung kemih dan paru-paru akibat keracunan arsenik.

Baca Juga

"Keracunan arsenik kronis dari air minum adalah masalah nyata, bukan latihan teoritis. Saya pernah berjalan ke sebuah desa di mana tidak ada seorang pun yang berusia lebih dari 30 tahun,” kata peneliti utama, Dr Seth Frisbie, seorang profesor kimia di Norwich University seperti dilansir The Guardian, Selasa (23/1/2024).

Asal mula krisis kontaminasi air arsenik dimulai pada tahun 1970-an, ketika Bangladesh memiliki salah satu tingkat kematian bayi tertinggi di dunia karena air permukaan yang tercemar.

Badan-badan bantuan PBB dan NGO mensponsori program besar pengeboran sumur untuk menyediakan air bersih bagi keperluan rumah tangga, irigasi tanaman dan budidaya ikan. Sumur-sumur baru ini mengurangi tingkat kematian anak dengan menekan penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air.

Tetapi pada tahun 1990-an menjadi jelas bahwa air yang diambil dari batuan sedimen di bawah Bangladesh mengandung kadar zat-zat kimiawi yang tinggi yang terjadi secara alami. Kasus pertama keracunan arsenik kronis dari air sumur minum didiagnosis di Bangladesh pada tahun 1993 dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kemudian menggambarkannya sebagai keracunan massal terbesar dalam Sejarah.

"Arsenik terjadi secara alami, dan tersapu oleh sedimen dari pengangkatan Himalaya. Jadi semua sedimen dari Sungai Gangga, Brahmaputra, Meghna, Irrawaddy, dan cekungan sungai Mekong kaya akan arsenik yang terbentuk secara alami,” kata Frisbie.

"Tidak jadi masalah ketika orang minum air permukaan, karena air permukaan berkomunikasi dengan oksigen di atmosfer dan itu membuat arsenik tidak larut dan menghilangkannya dari air. Tetapi air sumur dalam tidak berkomunikasi dengan oksigen di atmosfer. Dan itulah sebabnya mengapa tiba-tiba memberi orang akses ke sumur air dalam ini menjadi krisis kesehatan masyarakat yang luar biasa,” tambah Frisbie.

Keracunan arsenik kronis menyebabkan penumpukan arsenik di dalam tubuh mereka yang terkena dampak. Hal ini bermanifestasi secara eksternal melalui keratinisisasi kulit di telapak tangan dan telapak kaki. Proses serupa juga terjadi di dalam tubuh, dan endapannya berkumpul di paru-paru dan organ dalam lainnya, menyebabkan kanker.

Frisbie mengatakan, sumur-sumur di sekitar 49 persen wilayah mengandung air minum yang melebihi batas maksimum WHO yaitu 10 bagian per semiliar bagian (PPB). Sekitar 45 persen mengandung air dengan kandungan arsenik setidaknya lima kali lipat. Selama penelitian lapangannya, Frisbie menguji air dari satu sumur dengan konsentrasi arsenik 448 PPB.

"Perkiraan saya saat ini adalah sekitar 78 juta orang Bangladesh terpapar, dan saya percaya perkiraan konservatifnya adalah sekitar 900 ribu orang Bangladesh diperkirakan akan meninggal akibat kanker paru-paru dan kandung kemih," ungkap Frisbie.

Kerusakan iklim berisiko membuat masalah ini menjadi lebih buruk. Ketika permukaan air laut terus meningkat, Bangladesh, yang berada di salah satu delta sungai terbesar di dunia, diperkirakan akan terkena dampak yang tidak proporsional akibat banjir, yang akan mengubah kimiawi akuifer yang mendasarinya melalui proses reduksi untuk meluruhkan lebih banyak arsenik dari endapannya.

Pada saat yang sama, masuknya air laut ke dalam akuifer, akibat lain dari naiknya permukaan air laut, akan meningkatkan salinitas, perubahan kimiawi lain yang akan meningkatkan laju pelindian arsenik ke dalam air, melalui proses yang dikenal sebagai efek garam.

"Perubahan kimiawi akuifer ini diperkirakan akan meningkatkan pelepasan arsenik ke dalam air sumur minum di Bangladesh, dan peningkatan paparan arsenik ini diperkirakan akan meningkatkan angka kematian dan penyakit akibat keracunan arsenik kronis," kata Frisbie dan rekan-rekannya dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal Plus One.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement