REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Raja Juli Antoni resmi dilantik menjadi Menteri Kehutanan (Menhut) dalam Kabinet Merah Putih. Ada berbagai isu yang jadi tantangan Raja Juli, antara lain, pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan, akses pengelolaan hutan, dan penurunan emisi sektor kehutanan.
Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu menggantikan Siti Nurbaya, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk mengampu urusan kehutanan setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kembali terpisah menjadi Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Pria kelahiran 13 Juli 1977 itu sebelumnya pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang sejak 15 Juni 2022 dan Pelaksana tugas (Plt) Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sejak 3 Juni 2024.
Berbeda dengan pengalaman sebelumnya sebagai Wamen ATR/BPN, Raja Juli Antoni menghadapi beragam isu di sektor kehutanan, termasuk isu kebakaran hutan dan lahan, asap lintas batas negara, deforestasi, konflik tenurial, pembalakan liar, pengelolaan lahan gambut, perizinan dan kebijakan akses kelola hutan, isu masyarakat dan wilayah adat serta optimasi pemanfaatan hutan.
Dia juga harus mengawal implementasi dari berbagai kebijakan kehutanan untuk mencapai target pengurangan emisi di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (forestry and other land use/FOLU). Indonesia sudah menargetkan ingin mencapai kondisi dimana tingkat serapan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sudah lebih tinggi dari penyerapan pada 2030 di sektor kehutanan atau FOLU Net Sink 2030.
Pencapaian itu terutama untuk mencapai target iklim yang sudah tertuang di dalam dokumen iklim Indonesia yaitu Nationally Determined Contribution (NDC). Indonesia juga akan mengeluarkan dokumen NDC kedua jelang Konferensi Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan pada November 2024.
Berbagai langkah juga perlu dilakukannya untuk mencapai beragam indikator pembangunan sektor kehutanan yang lebih baik, termasuk penurunan emisi GRK sektor kehutanan dengan ukuran pencapaian tingkat laju deforestasi yang rendah, pemanfaatan hasil hutan kayu menjadi skema multi usaha kehutanan, dan memastikan izin pemanfaatan hutan tidak hanya didominasi oleh korporasi tapi juga dimiliki masyarakat melalui perhutanan sosial.
Dengan demikian, maka akan terwujud pengelolaan sektor kehutanan yang dapat mewujudkan keseimbangan dan berkeadilan.