Senin 17 Feb 2025 20:30 WIB

BEI Sebut Produk Investasi Berbasis ESG Semakin Diminati

ESG telah menjadi aspek penting dalam keputusan investasi.

Papan elektronik menampilkan acara ESG Summit 2024 yang digelar Republika di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Papan elektronik menampilkan acara ESG Summit 2024 yang digelar Republika di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (12/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik menyampaikan bahwa Environmental, Social, and Governance (ESG) telah menjadi aspek penting dalam strategi pengambilan keputusan investasi oleh para pelaku pasar. Hal itu tercermin dari berbagai produk investasi berbasis ESG yang terus mencatatkan pertumbuhan di pasar modal Indonesia

“ESG sekali lagi tidak hanya dipandang sebagai aspek yang baik untuk dimiliki, tetapi menjadi aspek penting dalam strategi pengambilan keputusan investasi,” ujar Jeffrey di Main Hall BEI, Jakarta, Senin (17/2/2025).

Baca Juga

Ia mengungkapkan penerbitan Efek Bersifat Utang atau Sukuk (EBUS) berwawasan lingkungan atau berbasis ESG di BEI telah mencapai sekitar Rp 24 triliun. Lalu, nilai aset kelolaan dari produk investasi bertemakan ESG apabila dilihat pertumbuhan produk reksadana dan Exchange Traded Fund (ETF) yang mengacu pada indeks bertema ESG, pertumbuhannya mencapai 211 kali lipat.

Kemudian, pertumbuhan produk investasinya meningkat 25 kali lipat dalam kurun waktu tahun 2015 sampai 2024. “Itu menunjukkan peningkatan demand  (permintaan) yang luar biasa terhadap produk investasi yang mengintegrasikan aspek ESG,” ujar Jeffrey.

BEI berkomitmen untuk terus melakukan inisiatif yang mendorong peningkatan ESG di industri pasar modal Indonesia, dengan menjadi bagian UN Sustainable Stock Exchanges Initiative (UN SSI) dan menjalankan rekomendasi dari UN SSI.

Selain itu, BEI juga telah meluncurkan dan mengembangkan indeks berbasis ESG yang saat ini sudah ada lima indeks berbasis ESG. “Kami juga melakukan koordinasi terkait pengembangan sustainabilty (keberlanjutan) bersama-sama dengan bursa di kawasan ASEAN dalam forum ASEAN Interconnected Sustainability Ecosystem,” ujar Jeffrey.

Pihaknya juga meluncurkan Net Zero Incubator pada 2024 untuk mendorong dekarbonisasi dari perusahaan tercatat di BEI. “Kami menjalankan workshop dan sosialisasi sebagai bagian dari capacity building (pengembangan kapasitas) kepada pemangku kepentingan di pasar modal,” ujar Jeffrey.

Per 11 Februari 2025, Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon telah mencatatkan nilai transaksi senilai Rp 70,85 miliar dengan total volume perdagangan sebanyak 1.414.629 dan frekuensi sebanyak 204 kali. “Kita sudah punya IDX Carbon dan perdagangannya cukup baik, tetapi kita berharap ini bisa terus tumbuh dengan dukungan seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) yang ada,” ujar Jeffrey.

Dengan peningkatan investasi berkelanjutan di Indonesia, pihaknya berharap momentum ini dapat dimanfaatkan maksimal oleh seluruh pemangku kepentingan. “Upaya ini tak hanya mendukung pertumbuhan sustainable finance (pembiayaan berkelanjutan) di Indonesia tapi berkontribusi terhadap Net Zero Emission Indonesia pada 2060 atau lebih cepat,” ujar Jeffrey.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement