Sabtu 14 Jun 2025 14:30 WIB

Kesepakatan RI-Singapura Serap Tenaga Kerja Hijau

Kerja sama ini juga dinilai mempercepat capaian target bauran EBT nasional.

Teknisi memeriksa solar panel PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Teknisi memeriksa solar panel PLTS Terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kesepakatan antara Indonesia dan Singapura terkait ekspor listrik hijau dan pengembangan zona industri berkelanjutan dinilai akan membuka peluang tenaga kerja di sektor energi baru terbarukan (EBT). Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebut proyek ini akan memicu pertumbuhan industri pendukung seperti modul surya dan baterai di dalam negeri.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan kesepakatan ini memberikan kepastian permintaan terhadap teknologi energi bersih. Hal itu akan mendorong tumbuhnya rantai pasok dalam negeri, meski proses produksi modul surya modern sebagian besar menggunakan otomatisasi dan robot.

Baca Juga

“Penyerapan tenaga kerja iya. Tapi produsen sel dan modul surya modern dilakukan secara otomatis dan robot, jadi tidak besar. Tapi kalau ada industri ini akan memicu rantai pasok dan industri pendukung yang membuka lapangan kerja lebih besar,” ujar Fabby saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (14/6/2025).

Fabby menambahkan, ekspor listrik sebesar 3,4 gigawatt (GW) hingga 2035 ke Singapura akan menjadi sumber tambahan devisa bagi Indonesia. Proyek ini juga dinilai mempercepat capaian target bauran EBT nasional.

“Keuntungan yang paling jelas adalah kita bisa mendapatkan investasi di pembangkitan energi terbarukan, devisa selama berjualan listrik hijau ke Singapura selama 20 tahun sejak operasi,” jelasnya.

IESR memperkirakan proyek ini berkontribusi terhadap target bauran EBT Indonesia sebesar 23 persen pada 2030 dan hingga 46 persen pada 2045. Namun, Fabby menekankan pencapaian target tersebut tidak sepenuhnya bergantung pada proyek ekspor ini saja.

“Setahu saya 3,2 GW (ac) /17 GWp (dc) dan BESS 35,7 GWh akan masuk bertahap dari 2028 sampai 2032,” ujarnya.

Fabby menyambut baik kesepakatan antarkedua negara yang disebutnya strategis untuk pengembangan industri hijau nasional. Ia juga menilai penandatanganan MoU ini menjadi sinyal positif dari pemerintah Indonesia untuk memperkuat kerja sama kawasan.

“Dengan ditandatanganinya MoU kemarin, dengan melihat posisi Menteri Bahlil sebelumnya, bisa dikatakan ini adalah kesepakatan yang menguntungkan,” ucapnya.

MoU tersebut diteken oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia dan Menteri Tenaga Kerja sekaligus Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng pada Jumat (13/6/2025). Kesepakatan meliputi ekspor listrik, pembangunan zona industri hijau di Bintan, Batam, dan Karimun, serta kerja sama penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS).

Adapun potensi investasi dari kesepakatan ini diperkirakan mencapai 30–50 miliar dolar AS untuk pembangkit surya, serta 2,7 miliar dolar AS untuk manufaktur panel surya dan baterai. Proyek ini juga diperkirakan membuka 418 ribu lapangan kerja baru di sektor manufaktur, konstruksi, dan operasional energi bersih.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement